THE ASIAN POST, JAKARTA ― Hari rabu (19/6) pagi ini, pukul 9.00 WIB, Mahkamah Konstitusi (MK) kembali akan menggelar sidang ketiga Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden 2019.
Sidang lanjutan kali ini mengagendakan keterangan saksi dan saksi ahli pemohon serta pengesahan alat bukti tambahan dari pemohon ini digelar di ruang sidang pleno.
Demikian jadwal yang dipublikasi di website MK.
Perkara dengan nomor registrasi: 01/PHPU.PRES/XVII/2019 ini, dimohonkan oleh pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahuddin Uno (Paslon 02).
Pada sidang kedua, pihak termohon (KPU dan Bawaslu) serta pihak terkait pasangan Calon Presiden nomor urut 01, Joko Widodo dan Ma’ruf Amin telah memberikan jawaban terkait permohonan pihak Prabowo-Sandiaga.
Dalam sidang kedua pada Selasa (18/6), pihak KPU menyebutkan dalil permohonan yang disampaikan pemohon pada sidang perdana sengketa Pilpres 2019 tidak menjelaskan adanya dugaan pelanggaran pemilu yang dituduhkan sebagai kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
“Kami tadi sudah jelaskan, tidak ada kecurangan terstruktur, itu kan melibatkan penyelenggara pemilu, ternyata penyelenggara tidak ada yang terlibat dalam proses yang didalilkan itu. Masif juga tidak karena wilayahnya yang terbatas. Kemudian sistematis tidak juga terjadi, karena tidak ada rancangan sudah disiapkan sejak lama,” kata Ketua KPU RI Arief Budiman, di Gedung MK, Jakarta.
Ketua tim kuasa hukum Jokowi-Ma’ruf, Yusril Ihza Mahendra mengatakan dalil permohonan Prabowo-Sandi tentang adanya pelanggaran yang bersifat sistematis, terstruktur dan masif (TSM) adalah asumsi belaka.
“Dalil-dalil pemohon merupakan asumsi, tidak disertai bukti-bukti yang sah, dan tidak pula dapat terukur secara pasti bagaimana dan sebesar apa dampaknya terhadap perolehan suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2019,” ujar Yusril, ketika memaparkan keterangan pihak terkait, di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Selasa (18/6), seperti dikabarkan Antara.
Yusril memaparkan dalam permohonannya kubu Prabowo-Sandi justru tidak menerangkan tentang perselisihan hasil perolehan suara sebagai objek perkara yang seharusnya menjadi syarat formil dalam permohonan,
“Hal ini terbukti dalam permohonan pemohon sama sekali tidak mendalilkan adanya perselisihan hasil perolehan suara dengan pihak terkait, termasuk argumentasi yang memuat tentang kesalahan hasil penghitungan suara yang ditetapkan oleh termohon (KPU) maupun hasil penghitungan suara yang benar menurut pemohon,” ujar Yusril.
Padahal berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, tuduhan adanya pelanggaran-pelanggaran yang didalilkan oleh pemohon tersebut, dikatakan Yusril, memiliki mekanisme penyelesaian hukumnya tersendiri yang diatur dalam pasal 286 ayat (1), (2), dan (3) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, sehingga penyelesaian pelanggaran hukum yang didalilkan Pemohon tersebut, penyelesaiannya bukan di Mahkamah Konstitusi, melainkan di Bawaslu.
Oleh sebab itu, lanjut Yusril, secara keseluruhan di dalam permohonannya, pemohon tidak sedikit pun membantah hasil perhitungan perolehan suara Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2019 yang ditetapkan oleh termohon.
“Pemohon hanya mendalilkan contoh-contoh peristiwa tanpa ada kaitan dan signifikansinya dengan perolehan suara,” kata Yusril. []