THE ASIAN POST, JAKARTA ― Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil dua orang politisi terkait kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP, Kamis (4/7).
Kedua politisi yang dipanggil tersebut, yakni mantan anggota DPR RI Jafar Hafsah dan anggota DPR RI 2014-2019 dari Fraksi PDIP Arif Wibowo.
“Keduanya akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka MN (Markus Nari)” ujar Juru bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Kamis (4/7).
Keduanya dijadwalkan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golongan Karya Markus Nari (MN), demikian dilansir Antara.
Sebelumnya, Jafar tidak memenuhi panggilan KPK pada Senin (1/7). Sedangkan Arif sebelumnya juga tidak memenuhi panggilan lembaga antirasuah itu pada Selasa (25/6) lalu.
Diketahui, Markus Nari telah ditetapkan sebagai tersangka dalam dua kasus terkait KTP-e.
Pertama, Markus Nari diduga dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-e) tahun 2011-2012 pada Kementerian Dalam Negeri dengan terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Selain itu, Markus Nari juga diduga dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan dugaan tindak pidana korupsi terhadap Miryam S Haryani dalam kasus indikasi memberikan keterangan tidak benar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada persidangan kasus KTP-e.
Atas perbuatannya tersebut, Markus Nari disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kedua, KPK juga menetapkan Markus Nari sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional (KTP-e) 2011-2013 pada Kemendagri.
Markus Nari disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. []