THE ASIAN POST, JAKARTA ― Korban jiwa akibat gempa dengan magnitudo 6,5 yang terjadi di Ambon pada 26 September 2019 sebanyak 20 orang.
Hal ini merujuk pada data yang dihimpun Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Maluku hingga Sabtu pukul 07.35 WIT.
Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana Agus Wibowo dalam keterangan tertulisnya menyebutkan, korban tewas tersebar di Kota Ambon (8), Kabupaten Maluku Tengah (10), dan Kabupaten Seram Bagian Barat (2).
Jumlah korban yang terluka, menurut BPBD Provinsi Maluku, total 152 orang yang tersebar di Kabupaten Maluku Tengah (108), Kabupaten Seram Bagian Barat (13), dan Kota Ambon (31).
Gempa juga membuat 25.000 warga mengungsi dan menyebabkan kerusakan 534 rumah, 12 rumah ibadah, delapan kantor pemerintahan, enam sarana pendidikan, satu fasilitas kesehatan, satu pasar, dan satu jembatan.
Para pengungsi dan korban yang terluka masih membutuhkan bantuan tenda, terpal, makanan dan minuman, makanan bayi, makanan instan, obat-obatan, popok bayi, pembalut wanita, selimut, matras, alat penerangan, tandon air, sarana MCK, pelayanan kesehatan dan psikologi, hingga bahan bakar minyak.
BPBD Provinsi Maluku dibantu tim gabungan telah melakukan kaji cepat berkelanjutan dan berkoordinasi dengan BPBD Kabupaten/Kota di tiga wilayah Kota Ambon, Kabupaten Seram Bagian Barat, dan Kabupaten Maluku Tengah dalam menangani dampak bencana itu.
Dilaporkan Antara, hingga Sabtu (28/9) pukul 11.00 WIT, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat setidaknya ada 475 kali gempa susulan setelah gempa dengan magnitudo 6,5 di Ambon dan 64 gempa di antaranya dirasakan di Kairatu, Ambon, Masohi, dan Banda.
BMKG juga meminta masyarakat agar tidak terpancing isu atau berita bohong yang beredar dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya terkait gempa dan memantau perkembangan informasi seputar gempa dari BMKG.
BMKG telah menyatakan bahwa isu akan terjadi gempa besar dan tsunami di Ambon, Teluk Piru, dan Saparua adalah tidak benar atau berita bohong karena hingga saat ini belum ada teknologi yang dapat memprediksi kapan, dimana, dan kapan gempa bumi terjadi secara tepat dan akurat. []