SEJARAH dan peristiwa selalu berulang. Begitu pepatah lama bilang. Ini pula yang ingin dibuktikan Kepala BNPB Letjen Doni Monardo ketika mengunjungi Gua Ek Luntie (gua sarang kelelawar), Rabu (7/8) pagi ini.
Gua Ek Luntie adalah gua yang menyimpan bukti tentang tsunami purba di Aceh. Peristiwa tujuh ribu tahun silam itu tersimpan dalam gua yang berdiri kokoh dan gagah. Di dalamnya tersimpan misteri tentang kejadian alam yang menimpa bumi Serambi Mekkah itu.
Gua Ek Luntie terletak di Kecamatan Lhoong, Aceh Besar, pinggiran Jalan Nasional Banda Aceh-Meulaboh sekitar 50-an kilometer dari kota Banda Aceh.
Seperti dilaporkan Egy Massadiah, Staf Ahli BNPB, mantan Danpaspampres ini langsung masuk ke dalam gua yang berdekatan dengan pantai di Meunasah Lhok, dimana bukti tsunami besar pernah melanda Aceh sejak 7.400 tahun silam
“Gua ini dikenal dengan nama Guha Ek Leuntie karena keberadaan lapisan guano di dalamnya,” kata Nazli Ismail, pakar tsunami dari Unsyiah Kuala University Aceh kepada Doni Monardo.
Hasil penelitian lapisan-lapisan tsunami di Guha Ek Leuntie menyimpulkan, perulangan kejadian tsunami di Aceh tidak beraturan dan sangat beragam.
Ada tsunami yang berulang dalam 2000 tahun, tetapi ada juga yang berulang kejadiannya dalam rentang kurang dari seratus tahun.
Oleh karena itu, Ismail mengingatkan, kemungkinan perulangan kembali tsunami-tsunami dahsyat di Aceh sangat besar.
Namun, temuan keberadaan gua tsunami beserta dengan informasi penting yang tersimpan di dalamnya, menurut Ismail, sangat unik sehingga perlu untuk dilestarikan.
Ismail yang terlibat dalam penelitian gempa Aceh sejak 2007 menjelaskan bahwa Gua Ek Leuntie dapat dijadikan sebagai museum alam untuk pembelajaran dalam upaya pengurangan risiko bencana, sekaligus sebagai objek wisata kebencanaan.
“Penyelamatan Guha Ek Leuntie sebagai kawasan geopark sangat perlu disegerakan, mengingat kawasan ini rawan dengan pengerusakan untuk kepentingan penggalian batu alam,” tambahnya.
Doni menyambut baik hasil penelitian para pakar tsunami ini.
Sejak menjabat Kepala BNPB 9 Januari 2019, Doni memberikan perhatian khusus pelibatan pakar dalam riset jejak jejak sejarah kebencanaan di Indonesia.
“Peristiwa semacam gempa di Aceh 26 Desember 2004 adalah peristiwa yang berpotensi berulang, makanya perlu pemahaman, pengetahuan serta latihan bagi semua warga masyarakat sampai tingkat keluarga,” kata Doni.
Tak kurang, pada Mei 2019 lalu, Doni mengirim tim yang dikoordinasikan BNPB ke beberapa universitas di Belanda. Doni sendiri juga berkunjung ke National Arsip Belanda di Amsterdam dengan tujuan yang sama, melacak jejak sejarah kebencanaan Indonesia yang banyak terdokumentasi dengan baik di Belanda.
“Tahun depan ada tim khusus BNPB yang mungkin akan tinggal di Belanda sekitar satu tahun untuk mengumpulkan data data kebencanaan,” ungkap mantan Danjen Kopassus ini.
Kenangan Masa Kecil
Di depan peserta Rakor Penanggulangan Bencana yang berlangsung di Aula Kantor Gubernur Aceh, Doni mengenang kembali masa masa kanak kanaknya di Aceh.
Saat duduk di sekolah dasar Doni kerap bermain dan berenang di kawasan Mata ie. Kala itu ayah Doni bertugas sebagai Polisi Militer Aceh.
“Kadang kami ambil sukun di belakang rumahnya Pak Edy,” kisah Doni yang disambut tawa hadirin.
“Dan saat gempa dan tsunami Desember 2004 saya sedang berada di Aceh,” kisah Doni yang ketika itu berpangkat letkol dan bertugas di Paspampres.
Acara yang berlangsung di Gedung Serba Guna Kantor Gubernur Aceh tersebut diawali laporan Kepala BPBA (ex-officio Sekda Aceh, dr Taqwallah MKes).
Hadir antara lain Pangdam IM Mayjen TNI Teguh Arif, Danrem 012/TU Kolonel Inf Aswardi serta bupati/wali kota se-Aceh, Dandim se-Aceh, Kapolres se-Aceh, Kalak BPBD se-Aceh, dan Kepala SKPA di jajaran Pemerintah Aceh.
Dalam rangkaian acara tersebut juga diluncurkan buku “Smong Purba, Bunga Rampai Kebencanaan, Khutbah Jumat Kebencanaan, Buku Gempa Gayo,” dan soft launching Galery Dispaly 3D Kebencanaan BPBA
Di sela sela acara, Doni Monardo spontan memberikan kejutan kepada mantan Sestama BNPB Dody Ruswandi yang pada 7 Agustus merayakan ulang tahun ke 60.
“Pak Dody ini sebenarnya sudah pensiun, tapi saya larang pensiun. BNPB membutuhkan tenaga dan pemikiran beliau karena banyak hal tentang kesiapsiagaan dan penanggulangan bencana yang mesti dikerjakan dengan cepat,” tega Doni.[]