THE ASIAN POST, MANADO ― Mahkamah Agung (MA) menolak Peninjauan Kembali (PK) Baiq Nuril, guru honorer SMA Negeri 7 Mataram, NTB.
Nuril dijatuhi hukuman 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta karena merekam percakapan telepon berisi pelecehan seksual oleh atasannya, Kepala SMAN 7 Mataram, tahun 2012 lalu.
Atas putusan MA itu, Presiden Presiden Joko Widodo mengaku tidak ingin mengomentarinya.
Namun, Jokowi mempersilakan Baiq Nuril mengajukan amnesti secepatnya.
“Boleh (mengajukan amnesti), secepatnya,” kata Presiden Jokowi di Pangkalan TNI AU Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara (Sulut), Jumat (5/7) siang.
Jokowi menegaskan, dirinya tidak ingin mengomentari apa yang sudah diputuskan oleh mahkamah, karena itu berada dalam domain yudikatif.
Namun, nanti jika sudah masuk ke wilayah dirinya, Presiden berjanji akan menggunakan kewenangan yang dimilikinya.
“Saya akan bicarakan dulu dengan Menteri Hukum dan HAM, dengan Jaksa Agung dengan Menko Polhukam untuk menentukan apakah amnesti (pengampunan) apakah yang lainnya,” tegas Presiden.
Kepala Negara menegaskan, sejak awal kasus Baiq Nuril ini mencuat perhatiannya tidak berkurang.
Namun Kepala Negara Negara menghormati keputusan yang sudah ditetapkan oleh Mahkamah.
“Itu bukan pada wilayah eksekutif,” ujarnya.
Sebelumnya Baiq Nuril telah mengajukan permohonan PK dengan Nomor 83PK/Pid.Sus/2019, namun permohonan PK itu ditolak oleh MA.
Setelah Mahkamah Agung menolak peninjauan kembali yang diajukan Baiq Nuril dalam kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, banyak pihak yang meminta Presiden Joko Widodo untuk turun tangan. []