Atasi Stunting, Guru Besar Kedokteran UI: Indonesia Butuh Inovasi yang Sistematik dan Disruptif
THE ASIAN POST, JAKARTA — Indonesia membutuhkan inovasi yang bersifat sistematik dan disruptif untuk memutus mata rantai angka kejadian stunting, kematian ibu dan bayi.
“Padahal, angka kematian ibu dan angka kematian bayi menjadi salah satu parameter penting bagi kemajuan negara,” kata Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Budi Wiweko kepada asianpost.id, Jumat (19/7).
Begitu pula dengan angka kejadian stunting, menurut Budi Wiweko, memiliki dampak negatif bagi pembangunan generasi yang akan datang.
Ketua Komisi 2 Senat Akademik Universitas Indonesia itu mengakui, sebagai sebuah negara kepulauan yang sangat luas, dengan jumlah penduduk sekitar 270 juta, bukan perkara mudah bagi Indonesia untuk mengendalikan serta menurunkan angka kematian ibu dan bayi, serta angka kejadian stunting
Ia mengatakan, saat ini angka kematian ibu 305 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan, angka kematian bayi 27 per 1000 kelahiran hidup. Adapun angka kejadian stunting mencapai 30 persen.
“Harus diakui, diperlukan inovasi yang bersifat sistematik dan disruptif untuk memutus mata rantai kondisi yang sudah berlangsung kronik, bagaikan sebuah benang kusut tanpa berujung–pangkal,” katanya.
Cara-cara inovatif seperti ini, kata Budi Wiweko, sangat sesuai dengan keinginan Presiden, yang dengan tegas mengatakan harus meninggalkan cara-cara lama, pola-pola lama dan mencari sebuah model baru, cara baru, nilai-nilai baru dalam mencari solusi dari setiap masalah dengan inovasi.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo dalam pidato kebangsaannya tentang “Visi Indonesia” sangat menyadari, pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi kunci Indonesia ke depan.
Jokowi mengatakan, titik dimulainya pembangunan SDM adalah dengan menjamin kesehatan ibu hamil, kesehatan bayi, kesehatan balita, serta kesehatan anak usia sekolah.
“Ini merupakan umur emas untuk mencetak manusia Indonesia unggul ke depan.Karenanya, itu harus dijaga betul,” katanya.
Presiden juga menekankan jangan sampai ada lagi stunting, kematian ibu, atau kematian bayi yang meningkat.
Budi Wiweko menekankan, perencanaan keluarga (family planning) dan pendidikan kesehatan reproduksi harus dilakukan sejak usia remaja.
Tujuannya, kata Budi Wiweko, menyadarkan para calon orangtua tentang pentingnya memiliki gambaran dan target untuk membina keluarga yang sehat dan sejahtera di masa datang.
Kebijakan ini, tegas dia, harus dipelopori dan dipimpin oleh Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dengan mengadopsi kearifan lokal setiap daerah yang ada di seluruh Indonesia.
Sesungguhnya, kata Wakil Direktur Indonesian Medical Education Research Institute (IMERI) Fakultas Kedokteran UI ini, hakikat dari perencanaan keluarga adalah merencanakan, menyiapkan, dan menjaga dengan baik setiap kehamilan.
“Leluhur kita sejatinya sudah sejak lama menerapkan hal ini,” kata dia.
Yang dimaksud Budi Wiweko adalah bibit (sperma dan sel telur = genotip), bobot (kualitas) dan bebet (penampilan = fenotip).
Karenanya, Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat Perkumpulan Obstetri Ginekologi Indonesia mengatakan, kebijakan pemerintah tentang vaksinasi kanker mulut rahim dan MMR (measles, mumps, rubella), perlu didorong pada skala yang lebih luas.
“Ini penting untuk memproteksi para calon ibu hamil terhadap bahaya penyakit infeksi yang dapat mengganggu pertumbuhan jabang bayi di dalam rahim,” tutup Budi Wiweko. []