Perlunya Rancangan Regulasi yang Futuristic ‘Tuk Media
Jakarta – Calon presiden dari paslon nomor 2, Ganjar Pranowo, menyatakan perlunya regulasi yang bersifat futuristic untuk menjadi payung hukum bagi sistem jurnalistik di Indonesia. Regulasi yang bersifat futuristic ini diperlukan untuk menghadapi disrupsi teknologi yang turut menerpa industri pers atau media dewasa ini.
“Regulasi harus kita atur yang futuristic. Ini agak sulit, tapi kita harus punya ahli-ahli para futurist yang melihat kira-kira akibat teknologi itu perubahannya seperti apa seperti dunia yang tiap hari mengalami guncangan karena artificial intelligence (AI),” ungkap Ganjar pada acara “Capres Ganjar Pranowo Bicara Pers bersama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)”, yang dipantau secara virtual, Kamis, 30 November 2023.
Ia lalu menjelaskan bagaimana bibit-bibit akan lahirnya misinformasi itu bisa dengan mudahnya disebar dewasa ini. Ia mengungkit peristiwa rekayasa video Presiden Joko Widodo (Jokowi) berbahasa Mandarin yang diolah memakai AI.
Hal itu dinilainya akan memperbesar ruang fitnah di masyarakat, yang tentunya berdampak tidak baik bagi kelangsungan demokrasi yang sehat. Di lain sisi, ia juga menekankan pentingnya edukasi bagi publik dalam hal menyampaikan informasi dan kritik secara beretika.
“Karena teknologi maka ilmu berubah. Sekarang atas nama kebebasan berpendapat, saya tidak boleh sampai memaki seseorang karena tak suka. Berekspresi adalah hak asasi, tapi memaki bisa menerjang hak asasi orang, karena ada kewajiban hak asasi di situ. Maka, dengan perkembangan ini, ilmu baru harus mengedukasi publik, ‘eh tidak boleh itu’,” paparnya.
Dirinya pun setuju jika tindakan serupa perlu dikenakan sanksi untuk menghindarkan ekosistem jurnalistik atau pemberitaan dari sifat suka-suka atau “rimba raya”. Ia juga menegaskan pentingnya adjustment atau penyesuaian pada regulasi dalam beradaptasi dengan kemajuan teknologi yang ada.
“Ketika kemajuan teknologi seperti AI digunakan untuk hal positif, itu membantu sekali. Apalagi di era kampanye seperti ini. Masyarakat suka hal lucu, kita kasih yang agak lucu dengan AI tapi substansinya jangan lucu, sehingga edukasinya masuk,” tuturnya. SW