GPEI Siap Dukung Program Tataniaga Komoditas Aceh Melalui Pelabuhan Setempat

Jakarta — Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) menyatakan siap mendukung program Tata Niaga Komoditas Aceh melalui pelabuhan daerah setempat.

Pernyataan itu disampaikan Ketua Umum DPP GPEI, Khairul Mahalli, kepada The Asian Post melalui telepon selular, di Jakarta, Sabtu, 20 November 2021.

Dia menyebutkan, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) sejak dulu terkenal dengan komoditas andalan ekspor, seperti pinang, kopi, rempah, dan produk pertanian lainnya, termasuk padi.

“Hanya saja sekarang terkesan agak kurang fokus. Justru itu pemerintah Aceh perlu terus mendorong petani dan pihak swasta lainnya untuk menggenjot produksinya di berbagai sektor untuk meraih kembali masa kejayaan Aceh tempo dulu,” ujar Mahalli.

Bertolak dari itulah DPP GPEI siap untuk bekerja sama dan sama-sama bekerja dalam penyusunan dan merealisasikan Tata Niaga Komoditas Aceh dengan menggunakan pelabuhan sendiri untuk mengembalikan harkat dan martabat daerah berjuluk Serambi Mekah ini.

Menurut Mahalli yang juga Ketua Umum Kadin Sumut ini, program tersebut akan dapat meningkatkan investasi melalui sumber daya alam Aceh untuk pasar dalam dan luar negeri.

Dia menyebutkan, komoditas yang dapat dikembangkan dan ditingkatkan meliputi industri kelapa, seperti virgin coconut oil, coconut water, coconut fluor, coconut, fiber, dan coco peat.

Selain itu, industri kayu, seperti door jam, furniture, veneer, plywood, briquette, serta mineral batuan berupa clinker, crushing stone, marble, quicklime, dan allodyll.

“Bukan hanya itu, di Bumi Tanah Rencong itu juga kaya akan mineral logam, pig iron, dan iron sponge. Bahkan, pinang, pisang, beras premium, kelapa sawit (cpo, stearine, pfad, olein, ghee, atsiry), ikan tuna, udang, kepiting, dan lainnya. Kesemuanya itu kita siap bekerjasama,” papar Mahalli.

Menurut dia, untuk kelancaran logistik perdagangan dalam negeri dan ekspor, fasilitas pelabuhan perlu ditataulang dan perombakan peralatan seperti di pelabuhan Kuala Langsa.

Pelabuhan ini, menurut dia, sangat berpotensi untuk ekspor hasil laut dan lainnya. Namun, alur masuk/kedalaman pelabuhan tersebut perlu kedalaman/pengembangan kapal-kapal dengan kapasitas 10.000 – 25.000 ton bisa bersamaan di dermaga.

“Terkait hal ini kami sudah menyurati Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Banda Aceh,” tutup Mahalli yang juga Ketua Komite Rempah Nusantara ini. (*)

Kontributor: Bachtiar Adamy (Medan)
Editor: Darto Wiryosukarto

You might also like
Komentar Pembaca

Your email address will not be published.