Perkara Naik Turunnya Suku Bunga, BI: Kami Punya Jurus Sendiri, Tak Bergantung pada The Fed
Jakarta— Sejak November tahun lalu, bank sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve (The Fed) menetapkan untuk terus menahan suku bunga acuan di level 5,25% hingga 5,50%.
Pada level sektoral, perusahaan yang sensitif terhadap pergerakan suku bunga acuan masih akan wait and see menanti kapan suku bunga tersebut akan kembali turun.
Semetara di satu sisi, Bank Indonesia (BI) menyatakan tak bergantung pada The Fed dalam mengubah suku bunga acuan.
Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti menyatakan, BI memiliki jurus sendiri dalam menjalankan kebijakan moneter.
“Pertanyaan banyak sekali, kapan BI turunkan suku bunga? Akan nunggu The Fed? Saya jawab gak sama seperti itu,” ujarnya pada acara Bloomberg Technoz Economic Outlook 2024 di Jakarta, Rabu (7/2/2024).
Perlu diketahui, BI masih menahan suku bunga acuan (BI rate) pada level 6% di Januari 2024. Keputusan ini diambil lantaran belum yakin inflasi bisa menyentuh target 2% , meski saat ini mulai melandai.
Menurutnya, BI bisa menurunkan suku bunga kendati The Fed tidak melakukan hal tersebut. Bahkan, BI bisa menurunkan suku bunga saat ekonomi domestik terjaga.
Misalnya, ketika beberapa waktu lalu The Fed menaikkan suku bunga hingga 500 basis poin (bps). Di saat bersamaan, BI tidak ikut-ikutan mengikuti langkah The Fed tersebut, dan hanya mengerek suku bunga sebesar 250 bps.
Dalam paparannya, Destry berujar bahwa BI memliki jurus lain dalam menjalankan kebijakan moneter, yakni makroprudensial.
“Insentif makroprudensial merupakan insentif yang diberikan oleh BI berupa pelanggaran atas kewajiban pemenuhan giro wajib minimum (GWM) dalam rupiah. Insentif ini diperuntukkan kepada bank yang menyalurkan kredit/pembiayaan kepada sektor tertentu,” jelasnya.
Sektor prioritas untuk penyaluran kredit itu yakni hilirisasi minerba dan nonminerba seperti pertanian, peternakan, dan perikanan.
Kemudian perumahan termasuk perumahan rakyat, pariwisata, serta pembiayaan inklusif yang didalamnya ada UMKM, KUR dan Ultra Mikro/UMi, disertai pembiayaan hijau.
“Untuk makroprudensial kami fokus pada kebijakan yang pro pertumbuhan. Kami tingkatkan insentif pada bank yang menyalurkan dananya ke sektor yang kami anggap prioritas untuk mendorong ekonomi,” sambung Destry.
Destry menambahkan, BI telah menyalurkan insentif sebesar Rp165 triliun kepada bank yang kerap menyalurkan kredit untuk sektor prioritas sepanjang tahun lalu.
“Bank penerima insentif likuiditas makroprudensial tersebut mencakup Bank Umum Konvensional (BUK) dan Bank Umum Syariah (BUS)/Unit Usaha Syariah (UUS),” pungkasnya. (*) RAL