Oleh: Egy Massadiah
TIGA puluh menit kapal katamaran itu berlayar membelah Danau Sentani Papua, yang memantulkan warna biru jernih, hingga menembus ke dalam air.
Di seberang, sebuah upacara adat perkampungan Sereh Tua sudah menanti tamu yang ditunggu.
Kepala BNPB Letjen Doni Monardo yang memimpin rombongan tampak sumringah menerima sambutan yang meriah pada acara bertajuk “Kebersamaan dalam se-Helai Papeda dari Pinggiran Danau Sentani untuk Persatuan dan Kedamaian Bagi Tanah Papua dan Indonesia” di Bumi Kenambai Umbai, Sentani, Jayapura, Papua, pada 3 September 2019 itu.
Kehadiran Mantan Komandan Jenderal yang didampingi para Deputi BNPB itu begitu istimewa. Doni dan romongan diterima tetua adat atau Ondofolo dan masyarakat adat se-Danau Sentani dengan ramah.
Dari bibir dermaga, Doni beserta rombongan diarak menuju tempat pertemuan yang dipadati masyarakat sekitar.
Sebelum memasuki pelataran panggung utama, mantan Komandan Paspampres itu disemati tanda kehormatan berupa hiasan kepala khas Cendrawasih dan sebuah tas noken yang dianyam oleh tangan-tangan ahli, para Mama Sereh Tua.
Kunjungan Kepala BNPB dimaksudkan untuk menyerahkan bantuan untuk pemulihan sosial ekonomi bagi warga Sentani yang terdampak bencana banjir bandang pada 16-17 Maret 2019 lalu.
Bantuan ini tentu diharapkan bisa membantu masyarakat dalam memulihkan kepercayaan sekaligus melengkapi potensi yang ada di sekitar Danau Sentani.
Bantuan yang diberikan pemerintah antara lain, perahu katamaran, alat pengasap ikan, 100 ribu bibit pohon masohi dan dua pabrik sagu yang rencana akan dibangun di Sentani, sebagai wilayah dengan ladang pohon sagu terbesar di Indonesia.
Doni menyampaikan, dalam waktu dekat, mesin pengasap ikan bantuan Presiden Jokowi akan dibagikan untuk masyarakat Sentani Jayapura dan sekitarnya, menyusul 10 unit mesin pengasap ikan yang sudah diserahkan langsung oleh Doni Monardo dalam acara tersebut.
“Total semua mesin asap ikan ada 260 unit, 10 sudah diserahkan, 200 dari Presiden dan 50 dari sumbangan lainnya,” jelas Doni didamping Yanto Eluway, tokoh adat Papua.
“Kami masyarakat di sini selain bekerja di darat juga menyambung hidup di air (danau) maka dari itu dengan perahu (katamaran) dan alat asap ikan ini menandakan kami semakin lengkap. Terima kasih atas tindakan ini yang menyemangati kami, bahwa pemerintah tulus membantu kita semua,” ujar Ondofolo Sereh Tua.
Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Jayapura, kehadiran BNPB merupakan wujud perhatian pemerintah pusat mulai dari saat bencana sampai masa pemulihan pascabencana banjir Sentani.
Hal itu sekaligus menjadi tanda bahwa negara benar-benar hadir untuk masyarakat Papua sebagai pelipur lara dan solusi bagi masa depan Papua.
“Kami saat ini masih berduka, namun kami tidak mau menangis lagi. Oleh karena itu, kita harus ucap syukur karena ada hiburan dan bantuan dari pemerintah pusat. Negara hadir di tengah masyarakat kita. Pemerintah dan kita semua sudah berjalan pada rel yang benar,” ungkap Bupati Kabupaten Jayapura, Mathius Awoitau.
Di hadapan para Ondofolo, pemerintah daerah dan masyarakat setempat, Doni berterima kasih atas sambutan hangat warga Sentani.
Doni juga mengatakan apa yang diberikan pemerintah tersebut tak lain merupakan mandat dari Presiden RI, Joko Widodo dalam kaitannya pemerataan kesejahteraan rakyat.
Doni menilai bahwa ada potensi besar yang dimiliki Jayapura, khususnya di sektor perikanan. Namun hal tersebut masih belum dimaksimalkan.
Oleh karena itu, pemerintah pusat melalui BNPB mengharapkan masyarakat Papua dapat mengembangkan potensi dan bersaing dengan wilayah lain bahkan menjadi primadona.
“Saya diberi tugas oleh Bapak Presiden Joko Widodo untuk memberikan bantuan alat asap ikan khususnya untuk mama-mama agar dapat mengelola ikan sehingga memiliki nilai lebih. Dan ikan dari laut Papua serta ikan dari danau Sentani bisa dikirim dan dinikmati ke Jakarta bahkan mancanegara,” ungkap Doni.
Dalam program ini PT Garuda Indonesia akan mensubsidi dari sisi pengangkutan, PT Buka Lapak untuk pengemasan dan pemasaran serta BRI untuk skema permodalan.
Selanjutnya, Doni juga menyampaikan pabrik sagu juga akan dibangun sebagai langkah awal pemanfaatan tanaman yang banyak dijumpai di Sentani, agar menjadi sesuatu yang memiliki nilai jual lebih.
“Dua pabrik pengolahan sagu yang akan dibangun di tanah Papua dengan kapasitas ekspor. Semua ini untuk kesejahteraan ekonomi masyarakat Papua. Sentani penuh dengan tanaman sagu. Papua adalah kawasan dengan hutan sagu terluas di dunia. Sayang kalau hal itu belum dimaksimalkan,” ungkap Doni.
Nantinya dengan teknologi baru, sagu tidak hanya bahan baku papeda, tapi juga bisa dikembangkan menjadi jenis olahan lainnya seperti kwetiau, udon, tepung, dan sebagainya. Oleh karena itu, Doni juga mendorong agar pemeritah daerah segera memberi lahan yang strategis sebagai calon lokasi pabrik nantinya.
Dalam kesempatan itu, BNPB juga menyerahkan perahu katamaran untuk setiap kampung di pesisir Danau Sentani. Katamaran yang sebelumnya telah diuji coba langsung oleh Kepala BNPB dan rombongan ini produksi dalam negeri dari Jawa Barat. Perahu katamaran ini bisa digunakan untuk patroli, kebersihan danau, pariwisata dan kegiatan lain yang menunjang masyarakat Danau Sentani.
Adapun pengembangan sektor pertanian dan perkebunan, BNPB juga secara simbolis memberikan bantuan berupa bibit pohon masohi. Keistimewaan dari masohi terletak pada kulit kayunya sebagai bahan baku parfum. Salah satu perusahaan yang mengembangkan kulit kayu masohi ialah produksi parfum merek Hermes.
Dalam acara yang dihadiri sekitar seribuan warga masyarakat Sentani Jayapura dilangsungkan prosesi makan sagu Se Helai Papeda.
Filosofi dan makna acara adat ini: Jika ada masalah, ada perseteruan, perbedaan pendapat, dengan makan bersama “Se Helai Papeda”, maka segala urusan menjadi selesai dalam semangat damai.
“Se Helai Papeda” jika diterjemahkan bebas, artinya sebaskom atau senampan sajian papeda, makanan khas Papua berbahan baku sagu.
Prosesi adat se-Helai Papeda diikuti oleh seluruh masyarakat di bawah tenda yang sudah disiapkan.
“Papeda adalah tanda persatuan dan kesatuan. Dengan makan (papeda) bersama artinya semua bersatu dari para pemimpin kampung. Kalau sudah duduk bersama makan papeda, maka tidak ada perselisihan. Hal itu yang kami pegang terus sampai sekarang,” tutur Ondofolo Demas Tokoro. []
Penulis adalah Staf Ahli BNPB