Di Forum Internasional, Indonesia Usulkan “Back to Nature” untuk Kurangi Risiko Bencana Alam
THE ASIAN POST, JAKARTA ― Indonesia mengusulkan manajemen risiko berbasis ekosistem untuk mengurangi dampak dari bencana, terutama yang disebabkan oleh alam.
Meski merupakan filosofi sederhana, back to nature, adalah jawaban terbaik untuk manajemen risiko bencana.
“Prioritas Indonesia dalam ‘membangun kembali dengan lebih baik’ adalah melalui pendekatan lingkungan dan pengurangan risiko bencana berbasis ekosistem,” kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo saat menyampaikan pandangannya dalam Platform Global untuk Pengurangan Risiko Bencana di Jenewa, Swiss, Kamis (16/5).
Doni menyampaikan keprihatinannya pada sesi “Kerja, Membangun Kembali dengan Lebih Baik dan Hasil Konferensi Rekonstruksi Dunia”.
Forum tersebut dihadiri sekitar 4.000 peserta dari 150 negara. Forum dan pertemuan manajemen bencana berlangsung dua tahun sekali. Penyelenggaraan terakhir tahun 2017 di Cancun, Meksiko.
Sebagai informasi, Indonesia adalah negara kepulauan terbesar, dengan lebih dari 17 ribu pulau dan garis pantai yang luas, lebih dari 81.000 kilometer terbentang antara Samudra Hindia dan Pasifik.
Indonesia terletak di titik pertemuan lempeng tektonik Pasifik, Eurasia, dan India-Australia dan ada lebih dari 127 gunung berapi paling aktif.
Sebagai negara kepulauan, Indonesia adalah salah satu negara paling rawan bencana di dunia. Lebih dari satu dekade, sejak tsunami tahun 2004 yang mematikan, tren bencana telah menunjukkan frekuensi dan intensitas yang meningkat.
Belakangan, kondisi ini lebih menantang dengan ditemukannya garis patahan baru. Bila pada tahun 2010 hanya terdapat 81 garis patahan yang diidentifikasi, maka di tahun 2016 jumlahnya meningkat menjadi 295 garis patahan.
“Tahun lalu (2018), kami mengalami 2.372 bencana dan lebih dari 3,5 juta orang terkena dampak dan mengungsi. Total kerugian ekonomi tercatat lebih dari 7 miliar dolar AS,” kata mantan Danjen Kopassus ini, seperti dikutip dari medium.com.