Menteri Tito Ungkap Kinerja Buruk Tenaga Honorer Titipan, Pulang Jam 10 Kerjanya Ngopi-ngopi

Jakarta— Maraknya tenaga honorer yang masuk melalui jalur titipan ke dalam institusi pemerintahan sudah bukan isu baru. Permasalahan ini seringkali muncul setiap tahunnya tanpa ada tindakan yang jelas.

Menyoroti hal ini, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan bahwa tidak sedikit dari tenaga honorer yang masuk melalui jalur titipan ternyata berkinerja buruk. Salah satunya menyangkut jam kerja yang tidak penuh sesuai kesepakatan.

Tiko mengungkapkan para tenaga honorer yang berstatus nonASN ini biasanya merupakan titipan dari tim sukses (timses) kepala daerah yang memenangi kontestasi Pilkada. Kata Tiko, biasanya tenaga honorer titipan ini ditugaskan di bagian administrasi dan umum pemerintah daerah.

“Tapi yang tenaga umum itu tim sukses. Mereka begitu menang yang didukung, dijadikan tenaga honorer. Jam 8 datang, jam 10 sudah pulang, kan repot,” kata Tito dikutip dari Tribunnews, Jumat (27/9/2024).

Karenanya, Tiko menegaskan bahwa rekrutmen pegawai honorer ke depannya harus dilakukan secara profesional. Seperti proses rekrutmen tenaga kesehatan (nakes) dan tenaga pendidikan (guru) yang direkturt berdasarkan keahlian/skill dan latar belakang pendidikan.

“Honorer ini banyak ada tiga ya, ada yang skill itu pendidikan (guru), kesehatan terutama ya, dokter, bidan itu fine-lah. (Ketiga) tenaga umum itu (asalnya titipan) tim sukses,” terangnya.

Permasalahan yang kembali mengemuka ialah jumlah tenaga honorer yang ada makin bertambah setiap tahunnya. Mereka kemudian menuntut pemerintah agar mengangkat mereka menjadi ASN.

“Nanti kalau ganti kepala daerah, terpilih lagi, yang tim sukses yang lama honorer masih tetap ada, diberhentiin mereka marah, demo, yang tim sukses pejabat yang baru, kepala daerah baru, nambah lagi,” kata Tito.

Di lain waktu Tito juga mengingatkan, dengan semakin banyaknya tenaga honorer akan membebani keuangan daerah. Hal ini bisa terlihat dari besarnya porsi belanja pegawai dalam APBD di banyak daerah di Indonesia.

“Dikasih kerjaan, jam 8 masuk, tidak punya keahlian, jam 10 sudah ngopi-ngopi, sudah hilang. Terus numpuk jumlah tenaga honorer yang tidak punya keahlian khusus. Sudah transfer pusatnya 90 persen, 90 persen itu dipakainya sebagian besar itu buat belanja pegawai, mulai dari gaji, tunjangan,” pungkasnya. (*) RAL

You might also like
Komentar Pembaca

Your email address will not be published.