Jakarta— Kilang Pertamina Internasional (KPI) Unit Dumai memperkenalkan model perikanan dengan menggunakan teknologi bioflok, sebuah metode yang membuat pembudidayaan ikan menjadi lebih cepat dan efisien.
Corporate Secretary KPI Hermansyah Y Nasroen mengatakan, bioflok akan menjadi alternatif sumber ekonomi yang lebih stabil dan berkelanjutan.
Metode bioflok ini telah sukses diterapkan oleh Kelompok Usaha Bersama (KUB) Mundam Jaya di Kelurahan Mundam, Medang Kampai, Dumai, Riau. Lewat teknologi ini, pemeliharaan ikan menjadi relatif singkat hanya menggunakan media terpal.
“Metode ini potensial karena hanya memerlukan kolam terpal sebagai media budidaya serta memiliki waktu pemeliharaan yang relatif singkat, sekitar 4–6 bulan hingga masa panen. Ini tergantung pada jenis ikan yang dibudidayakan,” kata Hermansyah, di Dumai (28/2).
Di wilayah operasi Pertamina Kilang Dumai, terdapat kelompok nelayan yang sering berhadapan dengan tantangan besar dalam menangkap ikan di laut. Cuaca yang kerap tidak bersahabat membatasi akses mereka melaut.
Apalagi, infrastruktur perikanan yang masih minim serta ancaman abrasi di wilayah tempat tinggal para nelayan semakin memperumit keadaan.
“Melihat kondisi ini, Kilang Dumai berinisiatif memperkenalkan model perikanan dengan teknologi bioflok. Teknologi ini kami harapkan menjadi alternatif sumber ekonomi yang lebih stabil dan berkelanjutan,” terangnya.
Pembangunan PLTS
Tak hanya sebatas kolam bioflok dan keterampilan budidaya ikan, Kilang Pertamina Dumai juga memastikan keberlanjutan program budidaya ikan nila salin dengan menghadirkan solusi energi terbarukan.
“Sebagai langkah mitigasi terhadap potensi kendala serta untuk mendukung operasional budidaya, perusahaan telah membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) off-grid dengan kapasitas panel surya 4,4 kWp dan baterai 5 kWh,” tambah Hermansyah.
PLTS ini merupakan bagian dari program Desa Energi Berdikari (DEB) Pertamina. Infrastruktur ini akan memenuhi kebutuhan listrik untuk operasional lampu dermaga dan kolam bioflok.
PLTS ini juga berkontribusi dalam penghematan biaya listrik hingga Rp 9,3 juta per tahun. Penggunaan PLTS ini turut mendukung upaya pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK), dengan estimasi penurunan 5,52 ton CO₂ per tahun.
Hermansyah menegaskan bahwa inisiatif ini tidak hanya bertujuan untuk mendukung keberlanjutan operasional kolam bioflok nelayan. Namun juga sebagai upaya mendorong masyarakat untuk lebih sadar akan pemanfaatan energi bersih dalam menghadapi tantangan perubahan iklim.
“PLTS ini memungkinkan nelayan untuk tidak lagi sepenuhnya bergantung pada listrik konvensional. Ini menjadi bagian dari komitmen Pertamina dalam mengembangkan energi baru terbarukan (EBT). Ini sekaligus mendorong transisi menuju penggunaan energi yang lebih ramah lingkungan,” pungkasnya. (*)