Utangnya Masih Rp10 T, Garuda Indonesia Mau Nambah 20 Unit Armada Lagi

Jakarta – Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Wamildan Tsani Panjaitan menyatakan akan menambah armada pesawat Garuda hingga 20 unit. Padahal, kondisi kinerja keuangan maskapai penerbangan pelat merah tersebut masih berdarah-darah.

“Dan target kami nanti di tahun 2025 kita akan menambah pesawat lagi, 15 sampai 20 pesawat lagi. Ya tentunya ini membutuhkan kerja sama, komunikasi, dan koordinasi dengan kementerian-kementerian terkait,” ucapnya di Jakarta, belum lama ini.

Wamildan menjelaskan bahwa Garuda Indonesia membutuhkan pesawat tambahan untuk membawa penumpang. Saat ini, Garuda sudah mendapat tambahan 1 unit pesawat. Menyusul 2 unit pesawat anyar yang dijadwalkan tiba pada Januari 2025.

“Dan kami sampaikan kabar gembira bahwa di Garuda Indonesia, nanti satu pesawat sudah datang, saat ini sedang dalam proses painting dan juga refurbishment interior pesawat. Kemudian direncanakan nanti di akhir bulan ini juga datang satu pesawat lagi dan dua pesawat nanti di Januari. Ya itu yang sudah pasti dan kemudian sudah ada tanggal delivery date-nya,” imbuhnya.

Di sisi lain, Staf Khusus (Stafsus) Menteri BUMN, Arya Sinulingga mengkonfirmasi adanya kekurangan jumlah pesawat di Garuda. Ia menerangkan, armada Garuda Group yang aktif berkurang dari 150 unit ke 90 unit.

“150 sebelum pandemi. Saat ini 90, berarti kan kurang memang pesawat kita. Nah, karena kurang pesawat, wajar kalau misalnya BUMN juga mencari celah, apakah bisa ada penambahan pesawat,” sebut Arya.

Memang adalah hal yang wajar bagi seorang Dirut Garuda untuk memiliki ambisi menambah jumlah pesawat dalam jumlah cukup besar. Akan tetapi, tetap harus dipertimbangkan sumber pendanaannya. Hingga kini, keuangan Garuda Indonesia masih diterpa masalah.

Berdasarkan laporan keuangan semester I-2024, utang jangka panjang yang harus ditanggung Garuda mencapai USD661,62 juta atau setara Rp10,1 triliun.

Utang itu berasal dari beberapa bank, yakni Bank Panin senilai USD25,84 juta, Bank Permata senilai USD11,95 juta, Bank of China Co. Ltd USD3,93 juta, Bank of China Limited USD3,61 juta.

Ditambah utang jangka panjang dari pihak ketiga, yaitu Bank Maybank Indonesia sebesar USD35 juta, Bank CTBC Indonesia USD15,34 juta, Bank KEB Hana USD6,3 juta, dan Bank Central Asia (BCA) USD890,79 juta.

Ditambah lagi utang jangka pendek yang harus ditanggung Garuda senilai USD958,4 ribu atau setara Rp14,63 miliar, yang berasal dari PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA).

Selain utang, Garuda juga harus menanggung kerugian akibat beban ongkos pada beberapa pos keuangan. Misalnya, beban operasional selama semester I-2024, senilai USD839,12 juta, atau setara Rp12,81 triliun. Angka ini meningkat 15,02 persen dibandingkan paruh pertama di 2023 yang mencapai USD729,49 juta.

Secara rinci, biaya bahan bakar yang paling berat, yakni USD535,51 juta, meningkat dari sebelumnya yang senilai USD439,2 juta (year on year/yoy). Ditambah beban penyusutan USD168,86 miliar dari USD163,04 miliar (yoy). Kemudian, pos pemeliharaan dan perbaikan senilai USD257,57 juta, yang naik USD159,49 juta (yoy).

Beban umum dan administrasi GIAA juga meningkat menjadi USD123,05 juta dari sebelumnya yang senilai USD97,15 juta (yoy). Beban tiket, penjualan dan promosi USD84,1 juta dari sebelumnya USD72,3 juta, serta beban pelayanan penumpang USD107,16 juta. Sedangkan untuk beban keuangan USD246,45 juta dari sebelumnya USD222,77 juta (yoy). SW

You might also like
Komentar Pembaca

Your email address will not be published.