Pak Menkeu, Ini Saran Agar APBN Tak Jadi “ATM Tanpa Batas”
Jakarta – Pelantikan Purbaya Yudhi Sadewa sebagai Menteri Keuangan (Menkeu) menggantikan Sri Mulyani Indrawati (SMI) mencerminkan penyesuaian arah kebijakan ekonomi nasional. Khususnya, terkait penguatan peran negara dalam pembangunan ekonomi yang lebih efektif dan inklusif.
Menurut pengamat Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ariyo Irhamna, sejak awal terdapat perbedaan ideologis yang cukup jelas antara SMI dan Presiden Prabowo.
“Sri Mulyani cenderung menekankan prinsip peran pemerintah yang minim dalam ekonomi. Menyerahkan sebagian besar dinamika pada mekanisme pasar,” ujar pengajar di Universitas Paramadina itu dalam keterangan tertulisnya, Selasa (9/9).
Sementara, lanjut dia, Presiden Prabowo mendorong peran aktif dan optimal pemerintah melalui instrumen fiskal strategis, pembiayaan, dan penguatan BUMN.
Pergantian ini, kata dia, menjadi langkah konsisten untuk memastikan kebijakan fiskal sejalan dengan visi pembangunan nasional yang inklusif dan berdaulat.
“Saya menilai prioritas jangka pendek Menteri Keuangan harus fokus pada pemulihan pertumbuhan ekonomi, sambil menjaga stabilitas fiskal dan sosial,” ujarnya.
Untuk mendukung pemulihan ekonomi, menurut Ariyo, ada dua langkah fiskal dan kebijakan yang dapat segera diterapkan.
Satu, kata dia, meningkatkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) menjadi Rp75–80 juta per tahun agar masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah memiliki ruang konsumsi lebih luas.
Dua, kata dia, menurunkan tarif PPN menjadi 10%, dengan 1% ditanggung oleh pemerintah (PPN DTP). Sehingga, daya beli rumah tangga tetap terjaga tanpa secara drastis mengurangi penerimaan negara.
“Sehari setelah pelantikan, IHSG mengalami penurunan, menurut saya merupakan reaksi pasar yang wajar. Pasar membutuhkan waktu untuk menilai arah kebijakan baru,” tuturnya.
Pengalaman sebelumnya, kata dia, menunjukkan bahwa penurunan IHSG saat kabinet baru dilantik bukanlah indikator fundamental negatif, melainkan respon awal terhadap ketidakpastian.
Menkeu yang baru, saran dia, harus benar-benar menjaga disiplin fiskal, agar APBN tidak berubah menjadi “ATM tanpa batas” yang terus dicairkan untuk semua kebutuhan tanpa prioritas.
Oleh karena itu, lanjut dia, setiap kebijakan fiskal harus diukur secara hati-hati, tepat sasaran, dan terencana, agar APBN tetap sehat sekaligus efektif mendukung pertumbuhan ekonomi.
Yang menjadi kunci, kata dia, adalah kecepatan dan ketepatan implementasi kebijakan, serta perbaikan komunikasi dan profesionalisme birokrasi Kemenkeu.
“Kementerian Keuangan diharapkan menjadi motor penggerak ekonomi, responsif terhadap pasar, dan mampu mengeksekusi program fiskal dan sosial secara efisien,” tutupnya. (DW)