Jakarta – Peringatan Hari Pelanggan Nasional (Harpelnas) yang jatuh pada tanggal 4 September 2021 merupakan peringatan yang ke-18 kalinya. Apakah pelanggan sudah benar-benar “jadi raja”.
Harpelnas dicetuskan oleh CEO Frontier Group, Handi Irawan, dan disetujui oleh Presiden Megawati pada 4 September 2003. Sejak itulah, Harpelnas diperingati oleh bangsa Indonesia sebagai wujud apresiasi terhadap pelanggan yang telah dan selalu menjadi jiwa bagi hidup matinya perusahaan.
Tanpa pelanggan, apalah artinya perusahaan. Perusahaan apapun, jika tidak memiliki pelanggan maka artinya adalah mati. Pelanggan adalah raja, demikian jargon yang sering kita dengar.
Namun, masih seperti itukah keistimewaan pelanggan di mata perusahaan? Masih seperti itukah perlakukan perusahaan kepada pelanggan? Apakah jargon itu hanya tinggal jargon?
Nah, di Harpelnas 2021 ini, mari kita memahami dan meresapi kembali makna jargon “pelanggan adalah raja” tersebut.
Apa yang harus dilakukan oleh perusahaan? Apa keuntungannya bagi perusahaan? Bagaimana tingkat kepuasan pelanggan terhadap perusahaan dalam negeri? Dengan cara apa perusahaan dapat memenuhi kepuasan pelanggan?
Keinginan pelanggan sangatlah dinamis. Oleh karenanya, setiap perusahaan wajib hukumnya untuk terus menerus mempelajari dan memahami makna dari jargon tersebut.
Tujuannya adalah agar perusahaan dapat menjaga ekosistem bisnisnya, di mana pelanggan merasa puas sehingga mampu menghadirkan pelanggan yang loyal. Dengan adanya pelanggan yang loyal, maka perusahaan menjadi maju dan pada gilirannya, perekonomian bangsa dan negara juga akan maju.
Kepuasan pelanggan dapat diukur dari kesesuaian antara kinerja produk atau jasa layanan yang diberikan perusahaan dengan harapan pelanggannya. Semakin sesuai, maka semakin puaslah pelanggan tersebut. Kepuasan pelanggan artinya sejalan dengan kualitas produk atau layanan yang diberikan oleh perusahaan.
Setiap perusahaan boleh mengatakan produknya nomor satu, tapi jika pelanggan kecewa, maka klaim tersebut justru menjadi bumerang bagi perusahaan.
Lantas, bagaimana tingkat kepuasan pelanggan secara umum terhadap perusahaan di Indonesia?
Tentu agak sulit jika kita harus memberikan angka secara eksak. Masing-masing perusahaan dapat mengukur tingkat kepuasan pelanggannya masing-masing. Banyak perusahaan dan lembaga yang mengklaim bahwa kepuasan pelanggannya sudah berada pada level baik dengan kepuasan rata-rata di atas 80%.
Namun demikian, secara umum fakta yang kita lihat adalah pelanggan Indonesia masih memilih produk dan layanan dari perusahaan luar negeri. Hal ini memberikan indikasi bahwa kepuasan pelanggan terhadap produk dalam negeri masih rendah.
Memang ini masih bisa diperbedatkan. Namun fakta lainnya, golongan yang ekonominya kelas bawah pun, lebih memilih produk-produk imitasi yang mereknya dari luar negeri daripada menggunakan produk dalam negeri.
Kondisi ini membuktikan bahwa ketika ada pilihan, maka pelanggan akan beralih kepada pilihan lain yang sekiranya mampu memuaskan hasratnya. Tak peduli dengan harga, bahkan yang menyedihkan tak peduli juga terhadap pelanggaran yang dilakukannya.
Padahal, memproduksi dan memperjualbelikan barang imitasi adalah pelanggaran terhadap UU nomor 15 tahun 2001 tentang merek pasal 90-94.
Satu hal lagi yang patut diperhatikan adalah meningkatnya jumlah pelanggan yang berbelanja secara online. Peningkatan ini terjadi seiring adanya pandemi Covid-19.
Namun sayang, banyak pembeli yang kecele gara-gara barang yang diterima jauh dari ekspektasi. Kekecewaan belanja online tidak hanya dialami oleh masyarakat biasa, bahkan gubernur seperti Kang Emil saja pernah mengalaminya.
Harus ada solusi menyeluruh yang dilakukan oleh berbagai pihak. Pemerintah, perusahaan, lembaga swadaya masyarakat, hingga pelanggan harus berbagi peran. Kepuasan akan tercipta jika masing-masing pihak berperan sebagaimana mestinya. Tak ada masalah yang tak dapat diselesaikan, jika para pihak menyadari perannya masing-masing.
Peran pemerintah sangatlah dinanti. Presiden Megawati telah memulai dengan mencanangkan Harpelnas, maka instansi atau dinas terkait harus mendorong dan memfasilitasi.
Promosi cinta produk dalam negeri harus terus dilakukan. Perusahaan yang konsisten terhadap peningkatan kualitas dan kepuasan pelanggannya pun harus diapresiasi. Berikan potongan pajak atau kemudahan berinvestasi dalam rangka pengembangan aktivitas bisnisnya.
Peranan lembaga swadaya masyarakat seperti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pun sangatlah strategis. Lembaga yang didirikan pada 11 Mei 1973 ini terlahir karena keprihatinan terhadap kegemaran konsumen Indonesia dalam mengkonsumsi produk luar negeri.
Oleh karenanya, para pendiri YLKI melakukan aksi promosi terhadap berbagai jenis produk dalam negeri dan mendukung kepedulian masyarakat untuk menggunaan produk dalam negeri.
YLKI memiliki tujuan untuk meningkatkan kepedulian kritis pelanggan atas hak dan kewajibannya. Hak konsumen di antaranya hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan saat mengkonsumsi suatu produk.
Konsumen juga berhak mendapatkan advokasi dan perlindungan dalam penyelesaian sengketa perlindungan pelanggan. Pelanggan juga berhak mendapatkan kompensasi apabila produk yang dibelinya tidak sesuai dengan perjanjian.
Sementara itu, kewajiban pelanggan adalah membaca atau mengikuti petunjuk informasi dari produk yang dibelinya. Pelanggan juga berkewajiban memiliki itikad baik dalam setiap melakukan transaksi pembelian produk.
Pelanggan wajib membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati, serta wajib mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan pelanggan secara patut.
Selain itu, di Harpelnas tahun 2021 ini setiap perusahaan pun harus kembali melakukan introspeksi terhadap kualitas produk dan layanan kepada pelanggannya selama ini.
Rebut hati pelanggan dan pastikan mereka loyal terhadap produk dan layanan yang diberikan perusahaan. Jadikan pelanggan sebagai raja yang senantiasa puas terhadap produk dan layanan perusahaan, karena merekalah jiwa sekaligus penghasil cuan bagi perusahaan.
Selamat Hari Pelanggan Nasional. Mari puaskan pelanggan. Pelanggan puas, ekonomi tuntas.
*) Oleh Dr. Abidin, doktor bidang Teknik dan Sistem Industri Institut Pertanian Bogor (IPB), dan Ketua Program Studi Teknik Industri Universitas Budhi Dharma (UBD) Tangerang.