THE ASIAN POST, JAKARTA – Pemerintah telah mengesahkan aturan pemblokiran IMEI ponsel black market (BM) pada 18 Oktober lalu. Nantinya, para operator seluler akan memblokir akses jaringan seluler yang IMEInya tak terdaftar di database pemerintah. Namun, aturan ini dinilai akan lebih menguntungkan pemerintah.
Djoko Tata Ibrahim, Deputy CEO Smartfren mengatakan bahwa regulasi ini akan lebih menguntungkan dari sisi peredaran handphone itu sendiri. Pemerintah adalah pihak yang pasti akan diuntungkan dengan meningkatnya sumber pendapatan dari pajak impor smartphone.
“Mungkin lebih (menguntungkan) pada peredaran handphone itu sendiri. Lebih kepada pendapatan pemerintah dalam hal impor handphone. Kita sih dukung aja karena itu kan masalahnya ranah import, pengawasan Bea dan Cukai, dan juga masalah merek distribusi,” ujar Djoko di kawasan Jakarta Selatan, Rabu (30/10).
Operator sendiri dikabarkan akan membutuhkan investasi besar pada mesin pendeteksi Equipment Identity Register (EIR) yang akan digunakan untuk mendeteksi legalitas IMEI sebuah ponsel.
Terkait hal ini, hingga April nanti, Kementerian Komunikasi dan Informatika ( Kominfo) mengatakan akan terus mengajak operator seluler untuk berdiskusi soal pengadaan mesin pendeteksi IMEI ponsel BM, atau Equipment Identity Register (EIR).
IMEI (International Mobile Equipment Identity) sendiri merupakan nomor unik yang terdiri dari 15 digit yang dimiliki tiap perangkat yang bergerak untuk keperluan identifikasi saat terhubung ke jaringan seluler.
Apabila IMEI ponsel tidak ditemukan di database pemerintah karena masuk lewat jalur tidak resmi atau ilegal, maka perangkat tersebut akan diblokir dengan cara tidak diizinkan tersambung ke jaringan operator Indonesia. (Evan Yulian Philaret)