Jakarta – Ketua Komisi IV DPR RI Sudin menegur Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian (Ditjen PKH Kementan) karena tak pernah mendengarnya untuk menerapkan perhitungan dan perencanaan impor bibit induk ayam atau grand parent stock (GPS).
Hal ini berhubungan dengan perhitungan pasokan dan kebutuhan ayam broiler secara nasional yang dianggap menekan para peternak akibat harganya terlalu rendah. Sudin jelaskan bahwa tak adanya perencanaan tersebut akan berdampak pada pasokan yang berlebih, maupun terlalu kurang.
“Kurang lebih kan perencanaannya. Kalau saya bilang di PKH itu gak ada perencanaan. Saya sudah berkali-kali katakan, hitung! Hitung! berapa jumlah GPS (grand parent stock) yang akan diimpor, kebutuhannya berapa? siapkan 20-25%. Tetapi, ini kan sesuka-sukanya, masuk GPS sebanyak-banyaknya, sesuka-sukanya, mungkin mencapai 600 ribu ekor atau berapa lah, setelah kebanyakan dia pusing, apakah di-cutting atau apa,” ungkap Sudin pada Rapat Dengar Pendapat Komisi IV DPR RI di Jakarta, Senin, 5 Juni 2023.
Sudin bahkan mengatakan bahwa dirinya sampai berupaya untuk menelusuri lebih lanjut dengan mencari pembeli dari life birth ayam, seperti pada produk ayam beku yang diimpor dari Malaysia dan Singapura.
“Sampai saya itu mencoba membuka, mencari pembeli life birth, termasuk juga ayam beku dari Malaysia dan Singapura,” tuturnya.
Sudin juga membeberkan bahwa pihaknya sering mendapatkan keluhan dari para peternak ayam rakyat yang mengatakan bahwa harga jual di kandang life birth itu hanya mencapai Rp16-17 ribu per ekor.
“Saya itu selalu mendapat keluhan dari para peternak kecil bahwa harga jual di kandang life birth itu mencapai Rp16-17 ribu, ya mati lah mereka. Saya tidak memikirkan yang besar, tapi saya memikirkan yang kecil-kecil ini.”
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi pun menyetujui apa yang dinyatakan Sudin. Ia menyarankan perlu adanya perhitungan kalkulasi mulai dari hulu hingga hilir secara komprehensif.
“Betul ketua, jadi hari ini kalau kita lihat di laporan keuangan, bahkan integrator yang besar untuk ayam dan telurnya memang rugi semua, jadi keuntungan itu subsidi dari pakan ternak. Makanya no wonder pakan ternaknya lebih tinggi hari ini, jadi ini buat perhatian kita semua mengenai perhitungan kalkulasi mulai dari hulu sampai dengan hilir secara komprehensif,” tambah Arief.
Mulai dari grand parent stock (GPS) sampai parent stock antara ayam petelur dan broiler, menurut Arief, perlu dihitung dengan sesama secara komprehensif, karena bila pasokannya terlalu banyak atau sedikit dapat memengaruhi harga.
“Jadi, sepertinya ini harus komprehensif mulai dari GPS, parent stock, ini dua antara ayam petelur sama broiler sepertinya kita harus sama-sama hitung, karena kalau terlalu banyak, atau terlalu sedikit jadi mahal,” terangnya.
“Jadi, sepertinya harus ada duduk bersama, mungkin komisi IV mengundang kita sama-sama, karena ini tidak bisa satu-satu pada saat kita selesaikan di hilir, DOC (day old chick) nya lepas,” imbuhnya.
“GPS yang ditentukan sekarang akan berpengaruh 2 tahun ke depan. Jadi kalau memang kita tidak penganut abortion kita harus simpan, kalau ayam broiler dalam bentuk frozen karkas. Mungkin itu salah satu solusinya,” beber Arief.
“Karena kalau kelebihan pasokan, kemudian seperti hari ini atau kemarin, lebih sedikit saja akan over, karena kita tidak punya cadangan dalam bentuk frozen. Jadi nanti in-line kepada yang ditugaskan ke ID food. Ini yang harus kita bangun.” SW