THE ASIAN POST, JAKARTA ― Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberikan penjelasan soal instalasi gabion yang belakangan diributkan sebagian kalangan karena dianggap menggunakan terumbu karang.
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta Suzi Marsitawati dalam keterangannya, Senin (26/8) mengatakan, batuan yang digunakan sebagai bahan utama instalasi gabion merupakan batu gamping, yakni batu karang yang sudah mati berusia jutaan tahun.
Untuk memastikannya, Dinas Kehutanan DKI menggandeng pakar geologi dari Universitas Indonesia,
“Menanggapi informasi yang viral penggunaan terumbu karang di instalasi gabion, saya nyatakan itu tidak benar, karena yang kami gunakan adalah batu gamping sesuai dengan konsep yang telah disiapkan Dinas Kehutanan,” kata Suzi.
Kepastian itu, katanya, didapat setelah pihaknya berkomunikasi dan berkoordinasi dengan para pakar geologi, aktivis lingkungan dan akademisi untuk mengecek batuan yang digunakan dalam instalasi gabion, di mana hasilnya pun serupa, bahwa tidak ada terumbu karang yang digunakan dalam instalasi tersebut.
Sementara itu, pakar sekaligus dosen Geologi Universitas Indonesia, Asri Oktavioni Indaswari yang secara langsung meninjau batuan di instalasi gabion pada Minggu (25/8), juga menyatakan hal yang sama.
Menurutnya, batu dalam instalasi gabion merupakan batu gamping terumbu, yakni terumbu karang yang hidup jutaan tahun lalu, kemudian mati dan telah melalui proses geologi mineralisasi
“Kemudian berubah jadi batu yang lebih kita kenal sebagai batu gamping atau batu koral,” katanya.
Posisi batuan ini di alam, tegas dia, tidak terdapat di laut melainkan di pegunungan. Seperti yang terdapat di beberapa daerah di Indonesia seperti halnya di Lamongan, Gresik, Tuban dan masih banyak lagi.
Selain itu, menurut Asri penggunaan batuan gamping atau batu koral yang berasal dari terumbu karang yang telah mati tidak melanggar dan sudah sesuai ketentuan penggunaan batuan.
Sehari-harinya, lanjut dia, batu ini dipakai untuk keramik dan diaplikasikan di dinding mal, hotel yang memiliki kesamaan dengan batu gabion.
“Undang-undangnya diatur oleh Kementrian ESDM, jadi untuk pertambangan mineral dan bahan galian C, dia diperjualbelikan bebas dan tidak melanggar konservasi atau merusak ekosistem,” ujar Asri. []