Negara Khilafah Hizbut Tahrir
Sebelum saya mengulas UUD dan Bentuk Negara Khilafah Hizbut Tahrir, saya mengajak anda untuk mengingat kembali apa itu Hizbut Tahrir dan apa tujuannya:
Hizbut Tahrir adalah partai politik yang ideologinya adalah Islam.
Politik aktivitasnya, Islam ideologinya, dan ia beraktivitas di antara umat dan bersamanya untuk menjadikan Islam sebagai topik utama, serta memimpin umat untuk mengembalikan khilafah dan hukum yang diturunkan oleh Allah.
Hizbut Tahrir adalah organisasi politik, bukan organisasi spiritual (seperti tarekat), bukan organisasi ilmiah/akademik (surat lembaga riset), bukan organisasi pengajaran (seperti madrasah, universitas, sekolah), bukan organisasi sosial kemasyarakatan (yg melayani sosial, ekonomi, pendidikan dan kemaslahatan masyarakat).
(Ini halaman 4 dari buku “Ta’rif” (Definisi Hizbut Tahriri) yang dikeluarkan resmi oleh Hizbut Tahrir internasional, 29 Naisan [April] 2010).
Intinya: Hizbut Tahrir adalah Partai Politik Internasional, bukan Ormas, bukan lembaga pendidikan, bukan lembaga spiritual keagamaan, dan seterusnya. Tujuannya adalah mendirikan negara khilafah.
UUD Negara Khilafah Hizbut Tahrir Bertentangan dan Menolak UUD 1945
UUD negara khilafah dan bentuk negara khilafah sudah diputuskan dan ditulis oleh pendiri Hizbut Tahrir, Taqiyudin An-Nabhani sejak tahun 1953 dalam buku yang ia tulis “Nidzamul Islam” diterjemahkan dalam bahasa Indonesia “Peraturan Hidup dalam Islam”.
UUD Negara Khilafah dalam buku ini berisi 191 Pasal, yang tujuannya membangun sebuah negara agama yang mutlak dikendalikan oleh seorang pemimpin tertinggi dengan kewenangan yang absolut yang disebut khalifah.
Dalam UUD ini tidak ada pembagian kewenangan eksekutif, yudikatif dan legislatif, karena kewenangan ini semuanya ada di tangan khalifah, dia tidak punya masa jabatan, punya hak melegislasi UU, mengangkat hakim-hakim peradilan.
Pasal 1 disebutkan: “Akidah Islam adalah dasar negara. Segala sesuatu yang menyangkut institusi negara, termasuk meminta pertanggungjawaban atas tindakan negara, harus dibangun berdasarkan akidah Islam.”
Pasal 2 membagi negara menjadi dua jenis: Negara Islam dan Negara Kafir, dan buku Ta’rif Hizbut Tahrir disebutkan: tidak ada satu pun negara di dunia saat ini yang bisa disebut Negara Islam, semuanya Negara Kafir meskipun penduduknya mayoritas muslim, karena menjalankan hukum kafir (termasuk Indonesia), ini di halaman: 14 dan 95.
Pasal 3 menyebutkan khalifah, sebagai pemimpin tertinggi juga punya kewenangan legislasi mutlak: “khalifah melegislasi hukum-hukum syara’ tertentu yang dijadikan sebagai undang-undang dasar dan undang-undang negara.
Undang-undang dasar dan undang-undang yang telah disahkan oleh khalifah menjadi hukum syara’ yang wajib dilaksanakan dan menjadi perundang-undangan resmi yang wajib ditaati oleh setiap individu rakyat, secara lahir maupun batin.”