Menanti Bansos yang Tepat Sasaran di Tengah Kemiskinan dan Hiruk Pikuk Pilpres 2024

Jakarta— Baru-baru ini beredar kabar seorang bocah berusia 7 tahun di Parung, Kabupaten Bogor disiksa oleh ayah kandungnya sendiri.

Anak gadis yang yang kini menginjak kelas 1 SD itu disiksa dengan cara dicambuk menggunakan besi gantungan baju.

Bahkan kepalanya juga dibenturkan hingga babak belur.

Siswi ini mengaku dipaksa menyetor Rp50 ribu kepada ibu tirinya. Uang itu ia peroleh dari hasil mengemis dan mengamen selama di jalanan.

Apa yang dialami korban ini adalah salah satu dari sekian banyaknya kasus penganiayaan yang terjadi akibat kemiskinan.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka kemiskinan di Indonesia masih tinggi. Hingga Maret 2023, jumlah penduduk miskin mencapai 25,9 juta orang atau 9,36%.

Kelaparan yang terjadi di sudut-sudut jalan dan rendahnya perlindungan sosial kepada orang terlantar, tua renta, maupun anak jalanan mengisyaratkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir pemerintah kurang memberi perhatian kepada mereka.

Padahal, ketimpangan sosial seperti ini harusnya bisa diatasi dengan pendidikan modal kerja maupun penyaluran bansos yang tepat sasaran.

Terlebih dengan adanya skema baru untuk anak terlantar dan pembinaan terhadap mereka yang berusia renta. Kemelut bansos ini sudah lama menjadi sorotan.

Mulai dari distribusinya yang lamban dan tersendat, adanya ‘penumpang gelap’, data penerima yang tak seragam, masalah korupsi, hingga dimanfaatkan sebagai alat politik.

Maka dari itu tidak mengherankan capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo sempat menyentil soal program bansos di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam sesi debat capres ke-3, pada Minggu (4/2/2024).

Ganjar menjelaskan bahwa program kewajiban negara memiliki sejumlah masalah.Menurutnya, ada banyak program bansos yang diklaim diberikan oleh perorangan atau kelompok dan tidak sedikit penerima yang tak tepat sasaran.

Ganjar mengatakan pemerintah seolah abai jika data penerima bansos yang sudah dikumpulkan para kepada desa (kades) tidak sesuai dengan penerima di lapangan.

“Ketika kawan-kawan Kades (Kepala Desa) bersusah payah memberikan data ke atas tetapi data yang kembali sama, kita seolah abai, sehingga bansos yang ditujukan untuk menurunkan kemiskinan dan mengurangi gap (tidak tercapai),” katanya.

Lebih lanjut Ganjar menegaskan bahwa penting untuk menanamkan paradigma bahwa program bansos merupakan hak rakyat Indonesia.

” Tugas negara adalah memastikan itu, untuk tepat sasaran dan tepat waktu. Dan kami berusul, bantuannya ganti saja deh, bantuan Kesra (Kepala Seksi Kesejahteraan), dan tujuannya adalah menciptakan keadilan sosial, bukan menciptakan bantuan sosial,” tegasnya.

Di sisi lain, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto menyebut adanya politisasi bansos untuk memenangkan pasangan nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024.Ia mengatakan hal tersebut adalah pelanggaran serius.

“Ketika bansos sudah dipolitisasi untuk kepentingan paslon 02, bahkan ada bansos juga yang masuk ke kantong-kantong partai paslon 02, ini menunjukkan pelanggaran serius karena bansos anggaran rakyat, dari pajak kita, harus kembali pada rakyat secara tepat,” ucapnya.

Sebenarnya, pemerintah telah mengalokasikan anggaran perlindungan sosial atau perlinsos yang mencakup Bantuan Langsung Tunai (BLT), bansos pangan, dan program keluarga harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), senilai Rp496 triliun pada APBN 2024.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan nilainya naik Rp20 triliun dibandingkan anggaran yang sama di APBN 2023, yaitu Rp476 triliun.

“Tahun ini 2024 Bansos di dalam APBN kita nilainya Rp496 triliun jadi beda Rp20 triliun,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers Hasil Rapat Berkala KSSK, dikutip Senin (5/2/2024).

Sri Mulyani pun menjawab perihal bansos yang selama ini menjadi sorotan jelang Pilpres 2024.

Presiden Joko Widodo atau Jokowi baru saja merilis bansos berupa BLT baru untuk memitigasi risiko pangan untuk 18,8 juta penerima.

Setiap penerima akan mendapatkan BLT dengan total Rp600.000 selama tiga bulan, yakni Januari hingga Maret 2024.

Namun, pemerintah Jokowi memutuskan pemberian akan dilakukan sekaligus pada Februari bersamaan dengan pelaksanaan Pemilu. (*) RAL

You might also like
Komentar Pembaca

Your email address will not be published.