Agar Pertumbuhan PDB 8%, Presiden Prabowo Harus Galak ke Koruptor
Oleh Karnoto Mohamad, Wakil Pemimpin Redaksi Infobank
BANYAK program dan ambisi besar dari pemerintahan yang akhirnya tak terwujud. Proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang menjadi ambisi Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa saja terancam mangkrak. Sampai saat ini, belum ada investor yang tertarik menanamkan investasi di IKN.
Jokowi yang belum menandatangani Keppres IKN, dibaca oleh publik seperti melempar tanggung jawab ke presiden berikutnya. Jika Prabowo tidak melanjutkan, maka IKN berpotensi menjadi Hambalang kedua.
Hambalang adalah mega proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional yang dibangun pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, yang mangkrak dan merugikan negara Rp 463,66 miliar.
Sebelum memimpin, Jokowi menjanjikan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) 7% per tahun, tapi hasilnya selama 10 tahun dari 2014 sampai 2023, rata-rata hanya 4,11% per tahun atau 4,90% per tahun jika mengeluarkan tahun pandemi 2020. Lalu bagaimana dengan Prabowo Subianto yang memiliki ambisi besar menciptakan pertumbuhan ekonomi 8% pada dua tiga tahun ke depan?
Dalam 2024 Article IV Consultation, International Monetary Fund (IMF) memprediksi ekonomi Indonesia pada 2025-2029 tumbuh konstan 5,1%. Namun, menurut Biro Riset Infobank dalam Kajian Financial and Banking Outlook 2025, pertumbuhan ekonomi 8% bukan hal yang mustahil asal berbagai penyakit dalam perekonomian bisa dihilangkan.
Indonesia sangat kaya dengan sumber daya alam (SDA) yang pernah dicatat Kementerian Keuangan pada 2014 nilainya mencapai Rp200.000 triliun. Dari kekayaan negeri tersebut, rakyat Indonesia sesungguhnya tidak menuntut banyak, cukup mudah mendapatkan pekerjaan, pendidikan dan kesehatan murah, keamanan terjaga, serta merasakan adanya keadilan sosial.
Rakyat bisa merasakan manfaat dari kekayaan negeri tersebut kalau kekayaan tersebut dikelola secara bertanggung jawab oleh pemerintahan yang bersih untuk kesejahteraan rakyat Indonesia sebagaimana amanah Pasal 33 UUD 1945.
Perlu dicatat, penyakit utama perekonomian negara ini adalah korupsi dan masifnya pemburu rente. Karena masalah korupsi adalah masalah manusia, maka pemerintahan Prabowo Subianto harus memiliki komitmen untuk membangun pemerintahan yang bersih setidaknya melalui tiga tindakan tegas ini.
Satu, untuk menekan korupsi, Presiden Prabowo Subianto perlu mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) yang mewajibkan semua pegawai pemerintah dari lembaga eksekutif, legislative, dan yudikatif, untuk mengisi Laporan Harya Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) secara benar, yang bisa diperiksa bukti kewajarannya serta bisa disita hartanya apabila tidak bisa dibuktikan kewajarannya.
Perppu bisa menjadi jalan keluar untuk merevolusi mental para penyelenggara negara yang tidak dikenai sanksi hukum serta belum ada undang-undang (UU) Pembuktikan Terbalik.
Dua, untuk meningkatkan penerimaan negara, Presiden Prabowo Subianto perlu membuat peraturan melalui menteri keuangan yang mewajibkan audit tahunan semua perusahaan yang berpeluang melakukan transfer pricing diaudit oleh auditor eksternal untuk mendapatkan status “wajar tanpa syarat”.
Hal itu akan menutup kebocoran penerimaan negara sehingga neraca transaksi berjalan dan APBN akan positif, cadangan devisa meningkat, dan stabilitas nilai tukar terjaga dengan baik.
Tiga, agar belanja pemerintah efektif, Presiden Prabowo Subianto perlu membuat Keputusan Presiden (Keppres) yang mewajibkan semua kementerian dan badan negara termasuk lembaga pemerintahan daerah melakukan perencanaan dan anggaran yang dikonsolidasikan di bawah lembaga perencanaan dan anggaran pusat, kemudian dimonitor secara ketat baik jadwal maupun pengeluaran-pengeluaran biayanya.
Ketika dihubungi Infobank, Soedradjad Djiwandono, Guru Besar Nanyang Technological University Singapore yang merupakan kakak ipar Prabowo Subianto, pun sepakat bahwa pemberantasan korupsi dan perbaikan di semua lini harus dilakukan kalau pemerintah memiliki target pertumbuhan ekonomi 8%.
“Apakah bisa 8% tidak mudah untuk dijawab secara pasti, karena dunia yang penuh risiko dan ketidakpastian. Dalam hilirisasi juga sangat penting. Perbaikan di semua sektor sangat penting, dari pendidikan ke pelatihan dan disiplin. Akhirnya blasse tapi tetap relevan yang berantas korupsi di semua lini, melaratkan mereka yang korup,” ujar mantan Gubernur Bank Indonesia ini kepada Infobank akhir September lalu.
Seperti apa arah kebijakan ekonomi pemerintahan Prabowo Subianto? Apa yang menyebabkan dana pembangunan di Indonesia sangat mahal dibandingkan rata-rata di negara-negara di ASEAN? Seperti apa proyeksi pertumbuhan ekonomi, kredit perbankan, dan lembaga keuangan non bank tahun 2025? Baca selengkapnya di Majalah Infobank Nomor 558 Oktober 2024!