THE ASIAN POST, BOGOR ― Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo menolak penyebutan Indonesia sebagai supermarket bencana.
Indonesia, tegas Doni, adalah laboratorium bencana.
“Indonesia memiliki jenis bencana terlengkap di dunia. Peneliti dari luar negeri bisa belajar tentang kebencanaan di Indonesia,” kata Doni dalam pembukaan Pertemuan Ilmiah Tahunan Riset Kebencanaan 2019 di Sentul, Kabupaten Bogor, Selasa (18/6).
Doni bercerita saat pertama dilantik sebagai Kepala BNPB.
Ketika itu, ia langsung berkeliling ke wilayah-wilayah bencana yang baru terjadi, antara lain longsor di Sulawesi Selatan dan letusan Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda.
Dalam perjalanan berkeliling selama tiga hari, Doni didampingi oleh sejumlah pakar kebencanaan.
Dari para pakar itulah, Doni berusaha menyerap dan belajar tentang penanggulangan bencana.
“Potongan-potongan kalimat dari para pakar dalam perjalanan tiga hari itu yang menjadi bekal saya menjadi Kepala BNPB,” tuturnya.
Doni mengatakan Pertemuan Ilmiah Tahunan Riset Kebencanaan sangat penting karena bisa menjadi ajang berdiskusi tentang konsep dan strategi kebencanaan mulai dari prabencana, tanggap darurat hingga rehabilitasi dan rekonstruksi.
Di tahap prabencana, Doni berharap para peneliti dan ahli kebencanaan bisa memberikan masukan kepada pemerintah tentang pembangunan sebuah sistem yang terhubung satu sama lain sehingga mengecilkan jumlah korban.
“Kenali ancamannya, siapkan strateginya. Perlu pakar, penelitian dan anggaran,” ujar Doni, seperti diberitakan Antara.
BNPB bersama Universitas Pertahanan dan Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia (IABI) mengadakan Pertemuan Ilmiah Tahunan Riset Kebencanaan 2019 di Kompleks Pusat Perdamaian dan Keamanan Indonesia (IPSC), Sentul, Kabupaten Bogor.
Pertemuan tersebut merupakan pelaksanaan yang keenam untuk mengumpulkan para ahli kebencanaan untuk meningkatkan budaya riset dan memberikan pemikiran secara komprehensif, holistik, dan sistemik. []