Heboh! Perludem Desak Jokowi Tarik Omongannya Soal Presiden yang Boleh Kampanye dan Memihak Saat Pemilu
Jakarta— Organisasi Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar segera menarik pernyataannya soal bolehnya presiden dan menteri berpihak dan berkampanye dalam Pemilu.
Direktur Perludem Khoirunnisa Agustyati mengatakan, pernyataan Jokowi yang muncul baru-baru ini berpotensi menjadi pembenaran bagi pejabat negara dan ASN lain untuk menunjukkan keberpihakan politik.
Bahkan, katanya, hal ini berpotensi membuat proses Pemilu dipenuhi dengan kecurangan, ketidakadilan, dan tidak demokratis.
“Pernyatan presiden sangat dangkal dan berpotensi akan menjadi pembenar bagi presiden sendiri, menteri, dan seluruh pejabat yang ada di bawahnya, untuk aktif berkampanye dan menunjukkan keberpihakan di dalam Pemilu 2024,” jelasnya.
Ia menyebut bahwa Jokowi memiliki konflik kepentingan langsung dengan pemenangan Pemilu 2024. Apalagi, anaknya Gibran Rakabuming Raka merupakan cawapres nomor urut 2 mendampingi Prabowo Subianto.
Khoirunnisa bahkan meminta Bawaslu secara tegas menindak seluruh bentuk ketidaknetralan dan keberpihakan aparatur negara dan pejabat negara yang secara terbuka menguntungkan peserta pemilu tertentu.
Termasuk mendindak seluruh tindakan yang diduga memanfaatkan program dan tindakan pemerintah yang menguntungkan peserta pemilu tertentu.
“Mendesak kepada seluruh pejabat negara, seluruh aparatur negara untuk menghentikan aktivitas yang mengarah pada keberpihakan, menyalahgunakan program pemerintah yang mengarah kepada dukungan pada peserta pemilu tertentu,” ujar Khairunnisa dalam keterangannya, (24/1/2024)
Perludem menyebut, larangan keberpihakan sebenarnya sudah tertuang di dalam Pasal 282 UU No. 7 Tahun 2017 yang berbunyi “pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye”.
“Dalam konteks ini, Presiden Jokowi dan seluruh menterinya jelas adalah pejabat negara. Sehingga ada batasan bagi Presiden dan Pejabat Negara lain, termasuk Menteri untuk tidak melakukan tindakan atau membuat keputusan yang menguntungkan peserta pemilu tertentu, apalagi dilakukan di dalam masa kampanye,” terangnya.
Maka, lanjutnya, jika ada tindakan presiden dan menteri jika dilakukan tidak dalam keadaan cuti di luar tanggungan negara, tetapi menguntungkan peserta pemilu tertentu, itu jelas adalah pelanggaran pemilu.
Ketentuan itu juga diperkuat di dalam Pasal 283 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2017 yang mengatur soal pejabat negara yang serta aparatur sipil negara yang dilarang melakukan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan kepada peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah kampanye.
Sebelumnya, Jokowi mengatakan bahwa presiden hingga menteri boleh berkampanye dan memihak dalam pemilu. Begini aturan terkait hak berkampanye bagi presiden hingga pejabat pemerintah.
“Presiden tuh boleh lho kampanye, presiden boleh memihak, boleh,” ujar Jokowi di Pangkalan TNI AU Halim, Jakarta, Rabu (24/1/2024).
Di satu sisi Jokowi menekankan bahwa pejabat yang berkampanye tak diperbolehkan menggunakan fasilitas negara. (*) RAL