Bamsoet: Usut Tuntas Penyebab Harga Cabai Mahal

THE ASIAN POST, JAKARTA  ― Harga cabai di tingkat konsumen yang mahal, sementara di petani masih rendah, membuat Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) prihatin.

Menurutnya, harga cabai di tingkat petani yang saat ini sedang memasuki musim panen raya di kisaran Rp4.000-Rp5000 per kilogram (kg), sementara harga di tingkat konsumen saat ini rata-rata Rp 48.980 per kg, perlu diusut dan diselidiki.

“Satgas Pangan  perlu menyelidiki dan mengusut tuntas penyebab ketidaksinkronan ini. Apakah ada distributor ataupun pedagang yang mencari untung dengan menimbun stok bahan pangan,” katanya.

Jika memang ditemukan tindakan melanggar hukum yang menyebabkan perbedaan harga cabai cukup jauh, Bamsoet meminta agar pelakunya, baik spekulan maupun pengepulnya  ditindak tegas.

Lebih jauh ia meminta Kementerian Perdagangan bersama Kementerian Pertanian untuk mencari solusi mengenai rendahnya harga pembelian bahan pangan saat musim panen raya di tingkat petani.

“Tentu ini sebagai upaya menjaga kestabilan harga bahan pangan terutama di tingkat petani, agar para petani tidak merugi akibat tingginya biaya produksi,” katanya.

Menyinggung soal semakin banyaknya alih fungsi lahan hutan, diantaranya menjadi industri, pertambangan, dan perkebunan sawit yang menjadi salah satu penyebab utama terjadinya banjir di sejumlah wilayah, Bamsoet menilai perlunya KLHK dan Pemda melakukan kajian dan pemetaan kondisi hutan terkini.

“Dari pemetaan itu nanti akan diketahui penyebab rusaknya daya dukung hutan sepanjang 2019,” terang dia.

Bersamaan dengan itu, Bamsoet menilai perlunya KLHK bekerja sama dengan Pemda, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), dan organisasi yang berorientasi pada hutan dan lingkungan di provinsi setempat untuk melakukan upaya-upaya prioritas dalam penanggulangan degradasi lahan guna mencegah terjadinya bencana banjir hingga kekeringan.

KLHK dan Kementan, katanya, perlu melakukan kajian mendalam terkait permohonan alih fungsi hutan serta meminta Pemda agar menerapkan peraturan daerah secara tegas yang dapat mempersulit pemberian izin kepada perusahaan yang ingin melakukan alih fungsi lahan.

“Ingat, Kewenangan Areal Penggunaan Lain (APL) dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten/Kota,” tandas dia. []

You might also like
Komentar Pembaca

Your email address will not be published.