Bamsoet Sebut 5 Kendala yang Banyak Dikeluhkan Investor

THE ASIAN POST, JAKARTA ― Secara historis, keadaan iklim investasi Indonesia ditentukan lima faktor yang kerap menjadi kendala dan dikeluhkan oleh investor.

Kendala tersebut adalah tumpang tindihnya regulasi dan ketidakpastian hukum, pajak, tenaga kerja, perizinan serta infrastruktur.

Hal ini dikatakan Ketua DPR RI Bambang Soesatyo saat menjadi keynote speaker pada acara IndoSterling Forum, dengan tema ‘Memprediksi Iklim Investasi Indonesia Pasca Pilpres 2019,’ di Jakarta, Kamis (16/5).

Namun, menurutnya, pemerintah telah bekerja keras membuat kebijakan dan terus berupaya untuk meminimalisir berbagai kendala yang dihadapi.

“Pemerintah, misalnya, telah melakukan perubahan paradigma pembangunan dari Jawa sentris menjadi Indonesia sentris melalui pembangunan infrastruktur yang masif dan merata,” kata Bamsoet, demikian biasa disapa.

Selain itu, kebijakan lainnya, lanjut Bamsoet, adalah pemberian fasilitas fiskal dan melakukan reformasi di bidang perizinan.

“Merubah sikap mental dan budaya birokrasi tentu tidak semudah membalik telapak tangan. Diperlukan pengawasan dan evaluasi secara terus menerus,” terangnya.

DPR sendiri, kata Legislator Dapil VII Jawa Tengah yang meliputi Kabupaten Purbalingga, Banjarnegara dan Kebumen ini menjelaskan, dalam berbagai kesempatan tidak henti-hentinya melakukan pengawasan kepada pemerintah mengenai pentingnya mengatasi defisit transaksi perdagangan.

“Perbaiki berbagai regulasi dan iklim investasi, baik di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah,” katanya.

Ia juga menegaskan, upaya memacu pertumbuhan ekonomi nasional tidak cukup hanya mengandalkan pengeluaran pada sektor publik.

Terlebih, kemampuan fiskal pemerintah saat ini sangat terbatas.

Karenanya, diperlukan peran serta pihak swasta, baik dari dalam maupun luar negeri, untuk melakukan penanaman modal.

“Investasi merupakan indikator yang dapat menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi dalam perekonomian suatu negara,” kata Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini.

Melalui investasi,  ia meyakini, nantinya akan tersedia berbagai sarana produksi yang dapat dioptimalkan untuk menghasilkan output dan nilai tambah yang akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

Karena itu, ia mengingatkan pentingnya peran investasi dalam pertumbuhan ekonomi, terutama bagi negara berkembang seperti Indonesia,

“Ciptakan iklim usaha dan investasi yang kondusif. Karena iklim investasi yang kondusif akan menarik minat investor untuk menanamkan modalnya,” imbuhnya.

Berdasarkan data yang dirilis World Bank, indeks kemudahan berusaha atau ease of doing business (EODB) Indonesia tahun 2018 berada pada peringkat ke-73.

Secara total, nilai EODB Indonesia naik 1,42 poin menjadi 67,96.

Indikator yang menyumbang kenaikan nilai bagi Indonesia adalah indikator memulai usaha, memperoleh kredit dan pendaftaran properti.

Namun demikian, lanjut Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini, tahun 2018 merupakan tahun yang berat bagi iklim investasi Indonesia.

Nilai realisasi penanaman modal atau investasi asing di Indonesia sekitar 392,7 triliun rupiah, turun 8,8 persen dibandingkan tahun 2017.

“Turunnya nilai investasi asing Indonesia di tahun 2018 yang lalu diakibatkan oleh gejolak nilai tukar rupiah serta perang dagang di pasar global,” katanya.

Hadir sebagai pembicara lain Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, Anggota Komisi IX Fraksi Partai Golkar DPR RI Mukhamad Misbakhun, Peneliti Senior INDEF Enny Sri Hartati dan Direktur IndoSterling Aset Manajemen Stevan Purba. []

You might also like
Komentar Pembaca

Your email address will not be published.