THE ASIAN POST, JAKARTA – Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad menyoroti enam poin yang menjadi persoalan dari rencana revisi Undang-Undang KPK.
“Beberapa di antaranya akan membuat KPK ”mati suri’,” kata Samad di Jakarta, Jumat (6/9).
Pertama, KPK hendak dimasukkan sebagai lembaga penegak hukum yang berada pada cabang kekuasaan eksekutif atau pemerintahan atau di bawah Presiden.
“Sedangkan pegawai KPK adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tunduk pada peraturan perundang-undangan,” ucap Samad.
Kedua, terkait masalah penyadapan. Revisi ini menghendaki penyadapan harus melalui izin Dewan Pengawas KPK.
Ketiga, KPK harus bersinergi dengan lembaga penegak hukum lain sesuai hukum acara pidana.
Keempat, setiap instansi, kementerian, lembaga wajib menyelenggarakan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) sebelum dan setelah berakhir masa jabatan.
“Hal ini dilakukan dalam rangka meningkatkan kinerja KPK,” tuturnya.
Kelima, dibentuknya Dewan Pengawas KPK yang bertugas mengawasi KPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Dewan Pengawas KPK yang berjumlah lima orang ini dibantu oleh organ pelaksana pengawas.
Keenam, revisi membolehkan KPK menghentikan penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi apabila penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama satu tahun.
Menurutnya, poin revisi pertama, kedua, kelima, dan keenam akan membuat KPK “mati suri”. []