Donald Trump Ina: Menkeu Purbaya Siap Perang Melawan Perampok SDA
Jakarta – Pengusaha Peter F. Gontha memiliki penilaian menarik soal Purbaya Yudhi Sadewa, Menteri Keuangan (Menkeu) yang baru menggantikan Sri Mulyani Indrawati (SMI).
Berikut ini penuturan Peter–yang sempat dijuluki “Donald Trump Indonesia” karena membawakan acara The Apprentice Indonesia di Indosiar tahun 2005–seperti dikutip The Asian Post dari akun Facebook-nya, Selasa (9/9):
Saya mengenal Purbaya Yudhi Sadewa dan saya menulis ini dengan penuh tanggung jawab:
PURBAYA YUDHI SADEWA dan PERANG MELAWAN PERAMPOKAN SDA:
Pergantian Menteri Keuangan dari Sri Mulyani Indrawati ke Purbaya Yudhi Sadewa (PYS) bukanlah sekadar rotasi kabinet biasa.
Sri Mulyani adalah teknokrat kelas dunia, simbol disiplin fiskal, dan wajah Indonesia di mata internasional. Tidak mengherankan jika kepergiannya menimbulkan guncangan psikologis di pasar.
Namun, PYS hadir dengan pendekatan yang berbeda. Banyak yang menilai pernyataan-pernyataannya arogan, bahkan terkesan sombong. Tetapi di balik gaya komunikasinya yang keras, terdapat alasan strategis yang layak dipahami.
Menggantikan figur sekelas Sri Mulyani bukan pekerjaan ringan. Ia sadar, tanpa menunjukkan keyakinan penuh sejak awal, dirinya akan segera dicap lemah dan menjadi bulan-bulanan media sosial.
Lebih jauh, PYS tidak sekadar bicara fiskal dalam arti sempit. Ia melihat akar persoalan ekonomi Indonesia: perampokan sumber daya alam yang berlangsung sistematis selama puluhan tahun.
Ia menegaskan bahwa bea cukai dan aparat yang bermain di ekspor-impor harus diberantas. “Fiskal dengan pajak tidak akan menyelesaikan masalah. Yang harus dihentikan adalah praktik under-invoicing, manipulasi ekspor, dan penyelundupan hasil bumi,” demikian pesannya.
Praktik itu sederhana tapi menghancurkan: ekspor 10 juta ton dilaporkan hanya 5 juta ton. Setengah hasil bumi hilang dari catatan resmi, sementara devisa negara bocor ke luar negeri. Uang disembunyikan melalui under-reporting dan ditransfer ke Singapura atau negara lain. Negara dirugikan triliunan rupiah, sementara rakyat dibebani pajak yang makin tinggi.
PYS memahami bahwa jika kebocoran ini bisa ditutup, penerimaan negara akan melonjak drastis tanpa harus menambah beban fiskal rakyat.
Itulah sebabnya ia meminta dukungan penuh dari Presiden: tanpa restu politik tertinggi, mustahil memberantas mafia ekspor-impor yang telah lama berakar, dilindungi oleh jaringan oligarki dan penguasa daerah.
Tentu saja, sikap keras PYS akan menimbulkan banyak musuh. Oligarki yang selama ini diuntungkan dari praktik kotor tersebut tidak akan tinggal diam.
Tetapi jika tekad ini benar-benar dijalankan, Indonesia akan menuai hasil yang nyata: kekayaan alam benar-benar dinikmati rakyat, bukan segelintir elite.
Tulisan saya ini menegaskan: gaya arogan bukanlah inti persoalan. Substansinya adalah perang melawan perampokan sumber daya bangsa.
Inilah momentum bagi Indonesia untuk menegakkan kedaulatan ekonomi. PYS sedang berjudi dengan reputasi dan kariernya, dan ia sendiri sadar risikonya.
Tetapi jika berhasil, sejarah akan mencatatnya sebagai menteri yang mengembalikan kekayaan bangsa ke pangkuan rakyat. DW