BPD Dipandang Sebelah Mata, BPK: Padahal Punya Power Dongkrak Ekonomi RI

Jakarta – Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Fathan Subchi menyatakan bila dirinya masih optimis dengan kondisi ekonomi makro Indonesia ke depan. Optimisme itu didasarkan pada pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,03 persen di 2024.

Namun begitu, Indonesia dinilainya masih perlu waspada terhadap kondisi ekonomi saat ini. Apalagi, dengan adanya data pertumbuhan ekonomi RI di kuartal I 2025 yang hanya mencapai 4,87 persen secara tahunan, atau melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yang sebesar 5,02 persen.

“Nah, kita harus waspada ini karena di tengah efisiensi, melambatnya konsumsi, belanja APBN/APBD belum signifikan, PDB per kapita juga masih rendah. Jadi, kita harus waspada juga,” ujar Fathan saat seminar “Masa Depan BUMD di Tangan Kepala Daerah Baru: Pengawasan Tata Kelola Bank Daerah” yang diadakan Infobank Media Group di Hotel Shangri La Jakarta, Jumat, 16 Mei 2025.

Ia kembali menegaskan, sekalipun Presiden RI Prabowo Subianto selalu optimis Indonesia bisa mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen, Indonesia tetap harus mewaspadai faktor-faktor yang menyebabkan perlambatan ekonomi.

Oleh karenanya, ia mengatakan, segenap stakeholder terkait perlu melakukan penguatan industri perbankan, termasuk bank pembangunan daerah (BPD), sebagai salah satu pilar penjaga ekonomi Indonesia.

Indonesia yang sampai 2024 memiliki jumlah BPD sebanyak 27 BPD, dengan total aset Rp1.031 triliun, jaringan kantor 6.234, dividen Rp8,34 triliun, dan dana CSR sebesar Rp364,53 miliar, adalah kekuatan besar untuk menopang perekonomian nasional.

Share nilai aset industri BPD yang sebesar Rp1.031 triliun itu berkontribusi terhadap 8,27 persen dari total aset industri perbankan nasional yang senilai Rp12.460,95 triliun.

“Diskusi kita selama ini apa dampak (BPD ke ekonomi domestik), baik dampak langsung maupun dampak tak langsung bagi pertumbuhan ekonomi,” kata Fathan.

Ia menceritakan bagaimana teman-teman BPD curhat terkait mengapa selama ini pemerintah RI selalu mengistimewakan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara). Sedangkan BPD tak dipandang sebagai sebuah kekuatan yang bisa didorong untuk menguatkan perekonomian nasional.

“‘Karena kami ini kan yang paham ekonomi di gang, di kampung, UMKM’. Ini waktu kami di komisi XI selalu mendengar keluhan-keluhan itu (dari BPD),” sebutnya.

Maka dari itu, ketika ia masih aktif di Komisi XI DPR, ia dan timnya di komisi XI melibatkan Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda) dalam penyusunan Undang-Undang P2SK kala itu.

“Selama ini komisi XI tak pernah mendengarkan Asbanda sebagai orang yang kita minta dengarkan dalam RDB-RDB resmi untuk memberikan masukan bagaimana mengolah BPD ke depan,” tukas Fathan. SW

You might also like
Komentar Pembaca

Your email address will not be published.