Waspadai Bill Gates! Indonesia Jadi Kelinci Percobaan Revolusi Hijau Jilid Dua

Jakarta — Rencana pendiri Microsoft Bill Gates menyumbang USD5 juta (Rp82,64 miliar) untuk sektor pertanian, seperti produksi pupuk murah dan bibit produktif, harus diwaspadai.

Jangan sampai, dana hibah yang tidak seberapa itu jadi bumerang: petani menjadi tergantung pada pupuk dan bibit produk korporasi besar, rusaknya ekosistem pertanian, dan bahaya kesehatan pangan.

Warning tersebut disampaikan oleh Farid Gaban, praktisi pertanian dan konservasi lingkungan, melalui akun FB-nya, Jumat (9/5).

“Pupuk dan benih dari Bill Gates. Seperti yang saya kuatirkan tempo hari. Kelinci percobaan Revolusi Hijau Jilid 2,” tulisnya.

Dalam catatan Farid, selama ini Gates Foundation mempromosikan AGRA (Alliance for a Green Revolution in Africa), sebuah “revolusi pertanian” dengan tujuan mulia mengentaskan kemiskinan serta menjamin keamanan pangan (food security) di benua itu.

Namun, kata dia, program AGRA telah luas dikritik oleh lembaga masyarakat dan praktisi pertanian. Gates Foundation dituduh sedang memicu “revolusi hijau kedua” yang sama merusaknya dengan yang pertama.

Bekerjasama dengan perusahaan multinasional pertanian seperti Monsanto/Bayer, lanjut Farid, Gates mendorong ketergantungan petani terhadap benih GMO (genetically modified organism) yang diproduksi korporat besar.

Lebih dari itu, tulis Farid, “revolusi pertanian ala Bill Gates” juga dinilai akan merusak dunia pertanian dan kesehatan pangan lebih jauh lagi.

“Monsanto, yang memproduksi obat herbisida Round-Up, adalah pemain lama dalam revolusi hijau pertama (sejak 1970-an),” paparnya.

Pemakaian obat kimia pabrikan ala Monsanto, lanjut dia, tak hanya merusak tanah dan ekosistem pertanian tapi juga meninggalkan residu zat pemicu kanker yang berbahaya bagi tubuh manusia.

Produk Monsato, tulis Farid, baik benih GMO maupun obat beracun, sudah ditolak di banyak negara. Namun, di Indonesia, Monsanto justru diterima dengan karpet merah.

KREDIT UNTUK RUSAK PERTANIAN

Dalam catatan Farid, pada 2015, pemerintahan Jokowi meresmikan kerjasama antara Mosanto, sebagai pemasok benih dan obat, dengan Bank BRI, sebagai pemberi kredit petani.

“Dengan itu, pemerintah pada dasarnya memberi fasilitas subsidi kepada Monsanto untuk merusak pertanian Indonesia,” tandasnya.

Kebijakan seperti itu, kata Fafid, tidak dikoreksi sampai sekarang.

“Dan hari-hari ini, kita akan melihat di mana pemihakan Presiden Prabowo, apakah akan benar-benar membela petani dan dunia pertanian Indonesia atau cuma sekadar kagum kepada orang asing seperti Bill,” tutupnya. DW

You might also like
Komentar Pembaca

Your email address will not be published.