Varian Delta Perlebar Jurang Antara yang Divaksin dan yang Tidak

Sejumlah negara saat ini dilanda pandemi Covid-19 varian Delta. Gelombang pandemi kembali meningkat pesat, dimana Indonesia terlihat menjadi salah satu negara yang memimpin lonjakan kasus Covid-19 harian terbanyak di Asia saat ini. Pemerintah di setiap negara pun sudah melakukan yang terbaik untuk mencegah dan menangani lonjakan kasus Covid-19 varian Delta ini, seperti dengan program vaksinasi.

Data di lapangan menunjukkan bahwa tingkat infeksi, rawat inap, dan kematian lebih tinggi pada wilayah yang masyarakatnya belum menerima vaksin. Amerika Serikat misalnya, mencatat bahwa pada beberapa negara bagian dengan tingkat vaksinasi rendah, seperti Arkansas, Missouri, Texas, dan Nevada, angka pertumbuhan infeksi virus covid varian Delta meningkat cukup cepat.

Tak hanya di Amerika Serikat saja, namun secara global pun juga menunjukkan tren demikian. Seperti benua Afrika misalnya, yang hanya sekitar 1 persen dari populasinya yang menerima vaksinasi penuh. Varian Delta telah berlipat ganda setiap tiga minggu di benua padang sahara tersebut. Jumlah kasus positif meningkat hingga 25 persen dan kematian 15 persen pada minggu terakhir bulan Juni kemarin, dibandingkan dengan minggu sebelumnya.

Situasi ini berbeda bila dibandingkan dengan Amerika Serikat, dimana hampir 60 persen orang dewasa sudah menerima vaksinasi penuh. Secara nasional, Covid-19 yang tadinya adalah penyebab kematian nomor satu di Amerika Serikat pada bulan Januari tahun ini, kini bergeser ke nomor tujuh, dengan jumlah kematian 330 per hari.

“Ketika anda masih punya populasi yang tidak divaksin, vaksin tersebut tidak akan dapat benar-benar efektif. Dan pada saat itulah varian Delta ini menjadi concern kita bersama,” ujar Stacia Wyman selaku ahli di bidang komputasi genomik di Universitas California, Berkeley.

 

Sumber: New York Times / Apoorva Mandavilli & Benjamin Mueller

You might also like
Komentar Pembaca

Your email address will not be published.