Oleh: Dr. Asrori Mukhtarom, Dosen Universitas Muhammadiyah Tangerang
ADA beberapa julukan atau nama lain dari bulan suci Ramadhan. Masing-masing julukan tersebut, membawa umat Islam menuju kepada tujuan hidup yang hakiki: menjadi manusia yang bertakwa kepada Allah SWT.
Satu, Syahrus Shaum. Bulan puasa. Bulan pengendalian diri dari hal-hal yang dilarang. Ramadhan adalah bulannya orang berpuasa. Ini sesuai perintah Allah dalam Surat Al Baqarah 183:
“Wahai orang-orang yang beriman. Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
Secara etimologi, shaum berasal dari bahasa Arab dengan bentuk kata dasar shawama, yang artinya berpuasa. Mengendalikan diri dari hal-hal yang dilarang: makan, minum, dan berhubungan suami-istri di siang hari.
Mengapa Allah memerintahkan kita untuk berpuasa? Agar kita menjadi manusia yang terbaik. Seperti apa manusia terbaik itu? Abdurrahman bin Abu Bakrah mengisahkan percakapan Rasulullah dan sahabatnya.
“Wahai Rasulullah, manusia manakah yang paling baik?”
“Barang siapa yang panjang umurnya dan baik perbuatannya.”
“Lalu manusia manakah yang paling buruk?”
“Barang siapa yang panjang umurnya dan buruk perbuatannya.”
Berapa usia orang panjang umur? Muhammad ibn al-Musayyab ibn Ishaq meriwayatkan: Rasulullah bersabda, “Usia umatku berkisar antara 60 hingga 70 tahun. Sedikit sekali di antara mereka yang melebihi usia tersebut.”
“Barang siapa yang diberikan usia 60 tahun oleh Allah, maka Allah tidak lagi menerima alasan-alasannya.”
Beruntunglah yang diberi usia panjang, dan baik amal perbuatannya. Jangan sampai, umur sudah 60 tahun, tapi masih seperti 20 tahun. Maksudnya, baru 20 tahun terakhir melakukan kebaikan.
Dua, Syahrul Qur’an. Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan Al Qur’an. Kita suci umat Islam. Kitab yang memberikan petunjuk, seperti dalam An-Nahl 102:
“Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al-Quran itu dari Tuhanmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).”
Bukankah manusia sudah diberi otak? Kenapa mesti ada Al-Quran sebagai petunjuk? Sebab, tak semua masalah bisa diselesaikan dengan otak manusia. Sejati-jatinya petunjuk yang tiada salah adalah Al Quran.
Manusia adalah tempatnya salah. Kebenaran manusia adalah kebenaran nisbi, kebenaran yang setengah-setengah, kebenaran relatif. Sementara, kebenaran Al Qur’an adalah mutlak. Maka itu, manusia perlu petunjuk Al Qur’an.
Tiga, Syahrut Tarbiyah. Kenapa bukan Syahrut Taklim? Beda. Tarbiyah dan taklim beda. Taklim lebih kepada pengajaran, sementara tarbiyah ke pendidikan. Bulan Ramadhan adalah bulan pendidikan.
Mengapa bulan pendidikan? Karena pada bulan Ramadhan Allah SWT mendidik umat Islam secara langsung dengan puasa. Pada bulan Ramadhan, Rasulullah SAW melakukan tadarrus Al Qur’an bersama Malaikat Jibril. Aktivitas para shahabat dalam menuntut ilmu juga mengalami peningkatan.
Seperti Kalamullah, “Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. (QS Al Mujadilah: 11)
Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani, “Derajat yang tinggi memiliki dua konotasi, yaitu maknawiyah di dunia dengan memperoleh kedudukan yang tinggi dan reputasi yang bagus serta hissiyah di akhirat dengan kedudukan yang tinggi di surga.”
Siapakah manusia yang memiliki derajat tinggi?
Kalau secara materialistik-hedon adalah orang-orang yang kaya raya, memiliki jabatan, dan kekuasaan. Tapi, di mata Allah, orang-orang yang memiliki derajat tinggi adalah orang yang beriman dan orang yang berilmu.
Apa ciri orang beriman?
Di antaranya, pertama, adalah senang berinfaq di jalan Allah. Tidak menunggu ketika memiliki keluangan harta. Dalam keadaan kurang pun tetap beramal. Yang penting adalah rutin.
Kedua, mampu menahan diri dari amarah. Orang beriman selalu menyelesaikan masalah dengan kepala dingin. Meski ada provokasi, dia akan mampu menahan emosinya.
Orang beriman juga selalu berpedoman pada Al Qur’an. Jika otak manusia memiliki kebenaran nisbi, Al Quran memiliki kebenaran mutlak. Sehingga setiap muslim yang bertaqwa tentunya menjadikannya sebagai petunjuk.
“Alif laam miim. Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.” (QS Al-Baqarah 1-2).
Semoga kita semua termasuk golongan orang-orang yang beriman dan bertakwa. Sebab, hakikat hidup di dunia ini adalah untuk menjadi orang yang bertakwa. (*)
*) Disampaikan pada Tausyiah Subuh di Masjid Al Muhajirin Catalina, Gading Serpong, Sabtu, 25 Maret 2023.