Takbir! Kiai Sarmidi & Karina Jihad Gelar Bumi di 10 Pesantren

Jakarta– Ini gerakan sederhana. Tapi, dampaknya luar biasa. Bagi lingkungan. Bagi bumi. Tempat manusia berpijak. Namanya: Gelar Bumi. Gerakan Santri Lestarikan Bumi.

Adalah Kiai Haji Sarmidi Husna. Kiai waskito yang menginisiasi gerakan luar biasa ini.

Sebagai tahap awal gerakan, Kiai Sarmidi, yang kebetulan adalah Direktur Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) menggandeng 10 pesantren.Ini 10 pesantren itu: Pesantren Nur El Falah (Serang), Pesantren Buntet (Cirebon), Pesantren Al Muhajirin (Purwakarta), Pesantren Al Ittihad Poncol (Semarang), Pesantren Pesantren Al Anwar 2 Sarang (Rembang).

Kemudian, Pesantren API Tegalrejo (Magelang), Pesantren Al Miftah Mlangi (Yogyakarta), Pesantren Lirboyo (Kediri), Pesantren Al Muhajirin III Tambak Beras (Jombang), dan Pesantren Al Fattah Siman (Lamongan).

Seperti apa “ritual” Gelar Bumi ala Kiai Sarmidi?Cukup sederhana: mengelola sampah. Ngublek-ngublek sampah.

Kiai Sarmidi membentuk Tim Pengelola Sampah (TPS) di pesantren-pesantren. Juga di desa-desa. Ada 75 orang. Mereka terlatih. Mampu menjadi pengelola. Yang memiliki pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan. Dalam manajemen pengelolaan sampah.

“Sistem pengelolaan sampah ini efektif dan berkelanjutan di pesantren. Untuk itu, ada infrastruktur berupa Rumah Sampah dan Rumah Kompos, serta fasilitas pendukungnya seperti tempat sampah terpilah dan lain-lain,” ungkap Kiai Sarmidi, dalam catatan yang dikirim ke The Asian Post, Rabu (5/2).

Kiai Sarmidi yakin, menanggulangi masalah lingkungan adalah bagian menyambung semangat juang para kiai dulu.

Kalau dulu melawan penjajah, sekarang salah satunya adalah berjuang mengatasi persoalan lingkungan.Bukan tanpa dasar. Kiai Sarmidi merujuk Muktamar NU di Cipasung 1994.

Di muktamar para nahdlihyin itu disepakati, mencemarkan lingkungan, baik udara, air, atau tanah, adalah haram.“Pelakunya sendiri dapat dianggap kriminal (jinayat).

Keputusan selanjutnya adalah karena hukum pencemaran lingkungan sudah haram dan pelakunya kriminal, maka kalau ada kerusakan lingkungan, maka yang harus memperbaiki atau ganti rugi kerusakan adalah pelaku pencemaran itu,” jelasnya.

Selain itu, kata dia, persoalan sampah sudah mulai menimbulkan bahaya (mudarat). Berdasarkan kaidah, ad-dhararu yuzalu (bahaya itu harus dihilangkan), dengan sungguh-sungguh.

“Upaya yang sungguh-sungguh inilah bagian dari jihad. Karena jihad itu tidak hanya perang saja. Menghilangkan bahaya itu bagian dari jihad,” tegasnya.

Kiai Sarmidi tak sendiri dalam jihad Gelar Bumi ini. Dia menggandeng Lucia Karina, gebetan yang tepat.

Tak hanya cantik, Karina adalah aktivis perempuan keren. Dia penerima penghargaan SDG Pioneer 2024 dari United Nation (UN) atau PBB satu-satunya dari Indonesia.

Ia adalah satu dari dua penerima penghargaan dari Asia Pasifik.

Karina adalah Direktur Public Affairs, Communications, and Sustainability CCEP Indonesia. Coca-Cola Europacific Partners Indonesia.

Dalam jihad ini, pihaknya akan fokus pada edukasi pemilahan sampah dan daur ulang kemasan PET (Polyethylene Terephthalate).

“Kami ingin menciptakan ekosistem daur ulang yang melibatkan santri, pesantren, dan masyarakat sekitar, sekaligus mendukung target kami untuk mengumpulkan 100% kemasan pada tahun 2030,” ujar Karina, yang ternyata aktif juga di FEB UGM sebagai Faculty Advisory Board.

Menurut Karina, pesantren mempunyai peran sebagai pemimpin dan menjadi panutan (role model) bagi masyarakat sekitarnya dalam penanggulangan masalah lingkungan ini.

“Pesantren dalam menyambung juang adalah sebagai katalisator. Pesantren bisa menjadi pemimpin dalam perubahan mengurangi dampak persoalan lingkungan yang ada saat ini,” tutupnya. (DW)

You might also like
Komentar Pembaca

Your email address will not be published.