Jakarta— Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, berhasil menjadi pelopor pendirian Koperasi Desa Merah Putih (KMP) di daerah perbatasan, khususnya di wilayah Kalimantan.
Hal ini ditandai dengan selesainya pelaksanaan Musyawarah Desa Khusus (Musdesus) di 195 desa yang ada di Kabupaten Sambas.
“Update per hari ini, 29 Mei 2025, seluruh desa di Sambas sudah selesai menggelar Musdesus,” ungkap Bupati Sambas H. Satono, S.Sos.I., M.H., saat dikonfirmasi, Kamis, 29 Mei 2025.
Ini capaian yang layak diapresiasi. Sebab, penyelenggaraan Musdesus tak semudah membalikkan telapak tangan, karena melibatkan banyak pihak.
“Musdesus melibatkan banyak masyarakat, antara lain dengan kepala desa dan Badan Permusyawaratan Desa. Karena KMP ini murni koperasi masyarakat,” ujar H. Satono.
Proses pendirian KMP di seluruh desa di Kabupaten Sambas bukan seperti membangun Candi Prambanan, selesai dalam semalam.
Proses pendirian KMP di Kabupaten Sambas memang start lebih awal.
“Kami sudah launching duluan di Kalbar, karena kami ingin menjadi pelopor pendirian KMP di perbatasan,” ungkap H. Satono.
Makanya, meski sumber pendanaan pendirian KMP belum ada arahan resmi dari pemerintah pusat, H. Satono terus mengejar penyelesaian pendirian di 195 desa, hingga selesai per 29 Mei 2025.
“Tugas kami adalah bagaimana menyukseskan pendirian KMP sesuai arahan Bapak Presiden Probowo,” ujar H. Satono yang berkonsultasi langsung dengan Wakil Menteri Koperasi (Wamenkop) Ferry J. Juliantono, saat proses pendirian KMP.
Tiga Poin Sukses KMP

H. Satono sangat mendukung program pendirian KMP karena menurutnya memiliki potensi besar untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat desa.
Menurut dia, setelah KMP berhasil didirikan, ada tiga poin penting agar KMP bisa sustain (berkelanjutan) dan mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat desa.
Satu, kata dia, setelah KMP dibentuk, harus ada pendampingan dan pembinaan untuk manajemen dan SDM-nya, khususnya dalam hal kompetensi dan karakternya.
“Dua, KMP harus fokus sesuai keunggulan sumber daya ekonomi lokal, jadi jangan ikut-ikutan,” tegas H. Satono.
Tiga, lanjut dia, sektor hilir menjadi penting sehingga hasil-hasil produksi bisa dipasarkan dan memberikan keuntungan ekonomi bagi masyarakat.
Di Kabupaten Sambas, kata H. Satono, PLBN Aruk di perbatasan Indonesia–Malaysia diharapkan bisa menjadi gate resmi ekspor hasil pertanian Kabupaten Sambas untuk kesejahteraan para petani di sana.
“Tahun lalu Kabupaten Sambas surplus beras 140.010 ton, dan kami mempunyai komoditas pertanian lain seperti buah naga, jeruk, dan lain-lain,” ungkapnya.
Menurut dia, pertanian yang surplus harus berbanding lurus dengan kesejahteraan petani di Kabupaten Sambas. (DW)