Resesi Seks Melanda China, Jinping Desak Wanita China Menikah
Jakarta — Presiden China Xi Jinping sedang gundah. Penyebabnya soal domestik: seks. Gimana tidak? Selama sembilan tahun terakhir, pasangan di China yang menikah terjun hingga 56 persen.
Resesi seks ini menjadi masalah pelik di China sebagai buntut dari kebijakan politik di sana yang menempatkan perempuan hanya sebagai komoditas politik.
Beberapa kalangan menilai, Partai Komunis China (PKC) menempatkan perempuan hanya bernilai politis, alih-alih membebaskan perempuan mendapatkan hak-haknya sebagaimana pria.
“Klaim PKC bahwa perempuan separuh langit sebenarnya adalah soal kepentingan politik,” kata eks anggota Konferensi Konsultatif Politik China, Wang Ruiqin.
PKC, kata dia, tak punya langkah mendasar untuk mengatasi angka kelahiran yang rendah. “Tidak ada pembebasan perempuan, tidak ada perlindungan lapangan kerja atau kesejahteraan, dan biaya membesarkan anak tidak ditanggung oleh pemerintah,” ujarnya.
Perempuan China menghadapi hambatan besar untuk mendapat pekerjaan di pasar tenaga kerja. Mereka juga takut hamil jika berhasil mendapatkan pekerjaan, karena khawatir bos akan memecatnya.
Sementara itu, kaum muda China menghindari pernikahan, punya anak, dan memiliki rumah di tengah krisis ekonomi serta angka pengangguran yang tinggi.
Dengan kondisi tersebuat, Xi Jinping meminta perempuan-perempuan di China untuk menikah, guna mengatasi resesi seks yang melanda negara itu.
Dalam pertemuan baru-baru ini, Jinping mengatakan perempuan memiliki peran “unik” dalam mengembalikan kehidupan berkeluarga di China.
“Kita perlu membimbing perempuan untuk memainkan peran unik mereka dalam meneruskan nilai-nilai tradisionl bangsa China, membangun tradisi keluarga yang baik, dan menciptakan tren baru dalam peradaban keluarga,” kata Jinping, dikutip Radio Free Asia, Kamis (23/11).
Jinping menilai anak-anak bisa tumbuh sehat hanya saat berada di keluarga yang harmonis, pendidikan keluarga yang baik, dan tradisi keluarga yang benar.
“Kita perlu secara aktif menumbuhkan budaya baru dalam pernikahan dan melahirkan anak,” ujar dia.
Jinping juga mengatakan perempuan harus dimobilisasi untuk berkontribusi terhadap modernisasi China. Lebih lanjut, dia menerangkan pihak berwenang China perlu membimbing generasi muda soal pernikahan dan melahirkan anak.
Pada Mei 2021, China juga mengumumkan rencana baru untuk meningkatkan angka kelahiran yang lesu dan membalikkan angka populasi lanjut usia yang tinggi.
Pemerintah China juga meningkatkan batas secara resmi jumlah anak per pasangan tiga anak, yang sebelumnya hanya dua. Namun, perempuan China tak tergiur dengan tawaran pemerintah. DW