Rapor Ekonomi RI Mandek di 5 Persen, Bambang Brodjonegoro Ungkap Biang Keroknya
Jakarta— Pertumbuhan ekonomi Indonesia terus berjalan stagnan di level 5 persen, di mana sepanjang 2023 hanya mampu mencapai 5,05 persen secara tahunan (year on year).
Selain meleset dari target APBN, pertumbuhan ekonomi di 2023 itu bahkan turun dibandingkan capaian 2022, yakni sebesar 5,31 persen.
Ekonom Senior Bambang Brodjonegoro mengungkapkan sejumlah biang kerok yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang cenderung mandek tak jauh dari angka 5 persen. Menurutnya, stagnasi ini disebabkan belum optimalnya capaian dari beberapa sektor yang selama ini menjadi penyumbang terbesar ekonomi nasional.
Salah satunya ialah, pertumbuhan investasi. Ia menilai arus investasi, baik dari asing (PMA) dan domestik (PMDN) masih mengecewakan, terlebih memasuki triwulan I 2024.
“Bahkan pada triwulan I lebih rendah lagi. Artinya, faktor yang mempercepat pertumbuhan ekonomi Indonesia di segi investasi belum begitu terasa dampaknya. Masih ada ruang untuk bisa memperbesar investasi,” ujarnya di acara Infobank Banking Mastery Forum 2024 di Hotel Shangri-La Jakarta, Kamis, (29/8/2024).
Eks Menteri Keuangan ini mengatakan, potensi investasi di Indonesia seharusnya bisa lebih dioptimalkan dengan mendorong keterlibatan perbankan. Pembiayaan dari bank sangat dibutuhkan untuk mendongkrak proyek-proyek investasi di Indonesia.
“Saving berasal dari bank sebagai sektor yang menyuplai ketersediaan uang di market. Yang kemudian nanti akan dibutuhkan, baik oleh pemerintah melalui APBN maupun diminta oleh swasta. Apakah untuk modal kerja atau investasi baru. Yang penting peran dari perbankan itu sangat sentral. Di sektor keuangan itu nyawanya ekonomi suatu negara,” bebernya.
Sektor Manufaktur Lesu
Stagnasi ekonomi nasional juga dipengaruhi sektor manufaktur yang masih melorot di bawah 5 persen. Kondisi purchasing managers index (PMI) dalam negeri untuk pertama kalinya terkontraksi di bawah 50. Level ini menggambarkan bahwa sektor manufaktur Indonesia tidak dalam kondisi ekspansif.
“Ada sesuatu yang harus diperbaiki karena kondisi manufaktur kita tidak terlalu baik. Padahal itu sektor yang menyumbang ekonomi paling besar dan menciptakan lapangan kerja dalam jumlah yang tidak kecil,” jelasnya.
Adapun, kata Bambang, sektor konstruksi atau bangunan justru menunjukkan peningkatan yang signifikan dan menjadi sumber pertumbuhan terbesar.
Ia menduga bahwa sektor konstruksi atau bangunan terdokrak lantaran masifnya kegiatan ekonomi untuk membangun infrastruktur di Ibu Kota Nusantara (IKN).
Di samping itu, Bambang juga menyoroti efek pemilihan umum (pemilu) yang menjadi ‘penolong’ ekonomi dalam negeri untuk bertumbuh.
“Itu duitnya pemerintah kebanyakan, baik membangun infrastruktur atau IKN. Di triwulan I yang banyak menyumbang atau membantu ekonomi Indonesia bisa 5,11 persen tidak lain adalah event pemilu. Jadi pemilu itu adalah penyelamat ekonomi Indonesia di triwulan bersama lebaran,” pungkasnya. (*) Ranu Arasyki Lubis