Pesan Gubernur Kalbar Buat Para Direksi BPD: Jangan Mau Diintervensi Politisi
Yogyakarta— Tahun ini akan menjadi momentum pesta demokrasi, di mana seluruh partai akan bekerja keras untuk menduduki kursi di parlemen.
Tidak sedikit dari anggota partai menempuh ‘cara haram’ dengan mengumpulkan pundi-pundi untuk memuluskan jalan mereka memenangi kontestasi Pilpres 2024. Salah satunya, mencari pendanaan melalui Bank Pembangunan Daerah (BPD).
Menyoroti hal itu, Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji menyebut, praktik terlarang semacam itu tidak hanya dilakukan oleh sejumlah kepala daerah, melainkan dari jajaran pegawai perbankan itu sendiri.
“Jadi tidak hanya dari kepala daerah, kadang jajaran perbankan itu yang ngajarin kepala daerahnya. Itu yang paling banyak. Untuk apa? Supaya bisa tetap bertahan. Dia enggak mikir itu. Kalau saya ngujinya lihat, kalau NPL-nya semakin meningkat. Itu sudah enggak benar kerjanya,” ujar Sutarmidji, Kamis (11/5/2023).
Ia bercerita, suatu ketika saat menjabat sebagai gubernur, ada dua direksi yang akan mengakhiri masa jabatannya.
Di hadapannya, masing-masing partai kemudian mengajukan pengganti dengan memberikan surat pengalaman kerja (curriculum vitae/CV).
Ternyata, semua bakal calon pengganti direksi yang diajukan itu berasal dari para pegawai di lingkungan bank itu sendiri. Bermula dari sana, Sutarmidji menyadari bahwa banyak dari jajaran pegawai bank yang ‘bermain’ di pusaran partai politik.
“Artinya, dia sebenarnya bermain juga. Saya serahkan kepada tim seleksi. Apa pun hasil seleksinya jangan ada yang diluluskan satu pun dari lima itu. Akhirnya saya berhadapan dengan partai politik,” tukasnya.
Tak sampai di situ, ia mengungkapkan ada beberapa dari pegawai BPD yang justru menyalurkan kredit untuk mendanai gerakan politik. Bahkan, ada yang membuat surat perintah kerja (SPK) palsu.
“Di dalam ngajarin. Untuk cost itu Pak, ini kalau Pilkada bisa desa itu diberi Rp200 juta. Seakan-akan ada anggaran dari pusat buat PPK. Cuma ‘aspal’ itu, dananya enggak ada. Tapi buat SPK. PPK buat SPK setiap desa. Dengan SPK ini pinjam duit di BPD,” sambungnya.
Akhirnya, kredit yang disalurkan dengan SPK palsu tersebut menjadi macet. Hal ini, kata dia, merupakan contoh praktik yang dilakukan pegawai untuk membobol dana bank demi membiayai partai.
“Karena barang ini enggak ada, duit dari pusat memang enggak ada, jadi macet. Itu cara-cara bobol bank untuk cost politik, tapi diajarin dari dalam”, katanya.
Bercermin dari kasus itu, Sutarmidji mengaku terus berupaya untuk menangkis intervensi yang dilakukan partai politik di BPD Kalbar.
Dia pun telah memberikan posisi kepada Irjen Didi Haryono yang merupakan mantan Kapolda sebagai Komisaris Utama di Bank Kalbar.
Ini dimaksudkan untuk menjaga stabilitas pengawasan internal dan memperkuat kepercayaan nasabah.
Sayangnya, tidak semua Gubernur seperti Sutarmidji atau Ganjar Pranowo, yang mau memberi kepercayaan dan mendukung praktek GCG di BPD-nya.
Sebab, ada sebagian gubernur yang justru membuat direksi BPD malah tertekan, karena justru ikut campur tangan dalam dalam operasional baik dalam pemberian kredit maupun urusan SDM.

Kegigihan Sutarmidji untuk menghapus praktik-praktik buruk di lingkungan BPD membuat ia dinobatkan sebagai gubernur terbaik di ajang “Infobank-Asian Post Governor 2023 in Financial Inclusion & Capitalized BPD.
Perhelatan Akbar yang mengahdirkan sejumlah gubernur terbaik ini diselenggarakan Infobank Media Group Asosiasi Bank Daerah (Asbanda), Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Milik Pemerintah Daerah se-Indonesia (Permabida) di Hotel Ambarrukmo Yogyakarta, pada Kamis (11/5/2023). (*) RAL