Penyelamatan atau Lonceng Kematian AJB Bumiputera 1912
Oleh Diding S. Anwar, Ketua Bidang Penjaminan Kredit UMKM & Koperasi RGC FIA Universitas Indonesia (UI)
Tragis, Tragedi Kemanusiaan di AJB Bumiputera 1912. Pemegang Polis sekaligus pemilik perusahaan tidak berdaya kehilangan haknya.
Pekerja yang telah mengabdi diganjar kehilangan penghasilan untuk kehidupan keluarganya dengan dalih penyelamatan.
Membaca dan memperhatikan serta mencermati berita di media mengenai PHK massal di AJB Bumiputera 1912, banyak pihak bertanya-tanya: Apakah langkah ini benar-benar solusi atau justru mempercepat kehancuran AJB Bumiputera 1912?
Sebagai perusahaan asuransi berbentuk mutual, AJB Bumiputera 1912 menghadapi krisis keuangan serius yang memaksanya melakukan berbagai langkah penyelamatan, termasuk Revisi Rencana Penyehatan Keuangan (RPK).
Kebijakan kontroversial dalam tindakan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terhadap ratusan pegawai pada 1 Maret 2025, bertepatan dengan hari pertama puasa Ramadan 1446 H.
Keputusan ini bukan hanya mengejutkan internal perusahaan, tetapi juga memicu kemarahan dan perlawanan keras dari Serikat Pekerja Niaga, Bank, Jasa, dan Asuransi (SP NIBA) Bumiputera 1912. Mereka menilai kebijakan ini tidak adil dan mengabaikan aspek kemanusiaan.
Artikel ini mengulas secara kritis arah kebijakan AJB Bumiputera 1912, menilai transparansi dalam rasionalisasi pegawai, serta menyoroti peran Sekretaris Perusahaan (Sekper) dalam dinamika ini.
Selain itu, diulas bahan pertimbangan alternatif solusi yang lebih etis dan strategis. Seperti pendekatan Golden Handshake, yang dapat memberikan penyelesaian lebih manusiawi bagi pegawai terdampak.
Pada akhirnya, keputusan manajemen AJB Bumiputera 1911 akan menjadi titik balik penting, apakah perusahaan bisa bangkit kembali dengan strategi yang berkelanjutan atau justru semakin terpuruk akibat hilangnya kepercayaan pegawai dan publik.
PHK Massal di Awal Ramadan. Efisiensi atau Pengabaian Kemanusiaan?
Dengan kondisi keuangan yang semakin kritis, langkah efisiensi menjadi alasan utama di balik kebijakan ini.
Apakah benar PHK massal adalah solusi terbaik atau apakah ini sekadar cara instan untuk menutupi kesalahan manajemen?
Banyak pekerja yang terkena PHK mengungkapkan kekecewaan dan kemarahan mereka.
“Kami ini bukan sekadar angka di laporan keuangan. Kami telah bertahun-tahun mengabdikan diri, tetapi justru disingkirkan seperti barang tak berguna,” ujar salah satu pegawai yang enggan disebutkan namanya.
Jika langkah ini dilakukan tanpa pertimbangan matang, justru bisa semakin memperburuk kondisi perusahaan.
Mengurangi tenaga kerja tanpa strategi bisnis yang jelas hanya akan membuat AJB Bumiputera 1912 kehilangan sumber daya manusia berpengalaman yang seharusnya menjadi bagian dari solusi.
Rasionalisasi dalam RPK: Transparan atau Tebang Pilih?
Dengan dalih RPK (Rencana Penyehatan Keuangan), rasionalisasi pegawai biasanya dilakukan berdasarkan beberapa faktor utama:
1. Efisiensi Operasional. Mengurangi jumlah pegawai sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
2. Kinerja dan Kompetensi.Evaluasi kontribusi pegawai terhadap perusahaan.
3. Struktur Organisasi Baru. Penyesuaian jumlah pegawai dengan perubahan struktur organisasi.
4. Kemampuan Keuangan Perusahaan. PHK dilakukan jika gaji pegawai dianggap membebani keuangan perusahaan.
Jika ternyata terjadi tebang pilih, di mana hanya pegawai tertentu yang dikorbankan sementara ada kelompok lain yang tetap dipertahankan tanpa alasan rasional, maka ini bisa menjadi indikasi adanya kepentingan tertentu yang bermain di balik kebijakan ini.
Peran Sekretaris Perusahaan (Sekper): Netral atau Berpihak?
Sebagai perusahaan mutual, AJB Bumiputera 1912 dimiliki oleh pemegang polis, bukan oleh pemegang saham seperti perusahaan berbentuk perseroan terbatas (PT).
Oleh karena itu, transparansi dan kepentingan pemegang polis harus menjadi prioritas utama dalam setiap kebijakan yang diambil manajemen.
Dalam proses PHK massal ini, muncul pertanyaan besar:
Apakah peran Sekretaris Perusahaan (Sekper) benar-benar netral, atau ada keberpihakan tertentu?
Nama Hery Darmawansyah (HD) yang juga sebagai pekerja di AJB Bumiputera 1912 mencuat dalam dinamika ini.
Jika benar yang bersangkutan lebih berpihak kepada kepentingan tertentu dibandingkan memperjuangkan pekerja termasuk dirinya sebagai pekerja juga dan pemegang polis, maka perlu ada audit transparan terhadap kebijakan yang HD dukung.
Golden Handshake: Solusi Etis dan Berkeadilan
Dalam menghadapi situasi sulit seperti ini, pendekatan Golden Handshake dapat menjadi opsi yang lebih manusiawi dibandingkan PHK massal tanpa kepastian.
Golden Handshake adalah skema kompensasi bagi pegawai yang di-PHK atau ditawari pensiun dini, berupa pesangon besar atau manfaat tambahan.
Pendekatan ini memiliki manfaat seperti:
1. Menjaga martabat pegawai. Pegawai tetap merasa dihargai atas kontribusinya.
2. Mencegah konflik industrial. Mengurangi gejolak perlawanan dari serikat pekerja.
3. Membangun goodwill perusahaan. Meningkatkan reputasi perusahaan.
4. Membantu transisi pegawai. Kompensasi memadai untuk mencari pekerjaan baru atau membuka usaha.
Jika AJB Bumiputera 1912 ingin menyelamatkan perusahaan tanpa mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan, Golden Handshake bisa menjadi solusi lebih adil.
Sebaliknya, jika PHK dilakukan secara sepihak tanpa skema yang adil, maka bukan hanya pegawai yang dirugikan, tetapi juga kepercayaan publik terhadap AJB Bumiputera 1912 akan semakin runtuh.
Keberpihakan terhadap Pemegang Polis dan Pegawai: Ada atau Tidak?
Penyelamatan perusahaan tidak boleh hanya berfokus pada efisiensi dengan mengorbankan pekerja dan pemegang polis.
Ada banyak solusi yang bisa diambil selain PHK massal, antara lain pertama, menerapkan implementasi tata kelola perusahaan yang baik (GCG) sesuai amanah payung hukum Asuransi Usaha Bersama (AUB) yang tertuang dalam BAB VII UU No 4 Tahun 2023 tentang P2SK (Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan).
Kedua, mencari mitra strategis untuk menyuntikkan dana baru. Ketiga, restrukturisasi utang daripada langsung melakukan PHK.
Keempat, program pensiun dini sebagai opsi yang lebih manusiawi. Terakhir, jalankan transparansi keuangan agar pekerja memahami kondisi perusahaan yang sebenarnya.
Jika manajemen hanya mengambil langkah ekstrem dengan memecat pegawai tanpa solusi jangka panjang, ini bukan sekadar rasionalisasi, melainkan pengabaian terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan profesionalisme.
Masa Depan AJB Bumiputera 1912 di Persimpangan Jalan. AJB Bumiputera 1912 saat ini berada di titik kritis.
Keputusan manajemen harus berimbang antara penyelamatan keuangan dan hak pekerja serta hak masyarakat pemegang polis sekaligus anggota pemilik perusahaan.
Langkah yang diambil pada 1 Maret 2025 bisa menjadi awal kebangkitan atau justru lonceng kematian bagi AJB Bumiputera 1912.
Jika perusahaan terus mengorbankan loyalitas dan profesionalisme pegawai serta hak masyarakat pemegang polis, maka kepercayaan publik akan runtuh. Dan, saat itu terjadi, tidak ada lagi yang bisa menyelamatkan AJB Bumiputera 1912 dari kehancuran total.
Semoga artikel ini dapat menjadi pengingat agar semua pihak bersikap arif dan bijaksana dalam mengambil keputusan. Artikel ini juga sebagai bentuk kepedulian dan empati kepada AJB Bumiputera 1912. (*)
Editor: RAL