THE ASIAN POST, JAKARTA ― Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Hermawan Sulistyo, menilai korban meninggal dunia yang diduga akibat luka tembak pada kerusuhan 21-22 Mei bukan dilakukan oleh aparat kepolisian.
Dugaan ini, menurut Hermawan, justru berasal dari oknum yang memang sengaja ingin menciptakan kegaduhan.
Polisi, dalam pandangan Hermawan, tidak mungkin melakukan penembakan, karena tidak ada keuntungan yang akan didapat.
“Jadi bukan polisi kalau menurut saya. Kalau polisi menembak, apa untungnya buat polisi? Rugi semua,” kata Hermawan dalam diskusi bertajuk ‘Menguak Dalang Makar 22 Mei’ di Kantor DPP PSI, Jakarta Pusat, Rabu (29/5/2019).
Oknum penembak tersebut, dalam pandangan Hermawan, merupakan orang yang terlatih, yang sengaja menyamar di tengah-tengah kerusuhan.
Apalagi, berdasar informasi yang diterimanya, korban yang meninggal terkena tembakan di bagian leher serta dada.
Jika aparat yang melakukan tembakan, ia menilai akan kesulitan dan tidak akan tepat sasaran di tengah situasi yang sedang chaos.
Selain itu, sambung Hermawan, jenis senjata api yang digunakan pelaku adalah pistol Glock. Jenis ini bukan jenis senjata api yang biasa digunakan oleh penembakan jitu.
“Kalau sniper polisi kan pelurunya itu besar. Jadi kalau dituduh aparat yang menembak, nggak masuk akal saya,” ucapnya. []