Jakarta— Tingginya klaim asuransi kesehatan telah menggerogoti keuangan industri asuransi komersial. Kondisi ini menjadi ‘ladang basah’ bagi pemilik rumah sakit dan para dokter untuk mengeruk keuntungan pribadi.
Bahkan, di antaranya berperilaku seperti mafia yang bekerja sama dengan industri farmasi. Kali ini, BPJS Kesehatan Cabang Tegal menjadi korban atas kecurangan yang dilakukan 2 rumah sakit di daerah tersebut.
Dalam sepekan, BPJS Kesehatan Cabang Tegal memutuskan kerja sama dengan dua rumah sakit, yakni Rumah Sakit Umum (RSU) Mitra Keluarga Tegal dan RSU Mitra Keluarga Slawi.
RSU Mitra Keluarga Tegal dan RS Swali dinyatakan telah melakukan kecurangan dalam pelaksanaan program jaminan Kesehatan sesuai dengan Pasal 19 huruf (g) Peraturan BPJS Kesehatan No. 6 Tahun 2020.
Dalam laporan yang diterima The Asian Post, RSU Mitra Keluarga Tegal telah melakukan kecurangan penagihan atas tindakan yang tidak dilakukan atau phantom procedure dengan nominal kerugian mencapai Rp4,75 miliar.
Sementara, RSU Mitra Keluarga Slawi dinyatakan telah melakukan tindakan kecurangan berupa dalam dua hal. Pertama, penagihan atas 7 kasus pelayanan rawat inap dengan prosedur pemasangan ventilator kepada peserta JKN, di mana terbukti tidak dilakukan pemasangan ventilator. Hal ini menimbulkan kerugian sebesar Rp130,60 juta.
Kedua, ditemukan bukti 26 kasus pending, dengan penagihan prosedur pemasangan ventilator yang terbukti tidak dilakukan. Tindakan ini menimbulkan potensi kerugian sebesar Rp591,13 juta.
Kepala BPJS Kesehatan Cabang Tegal Chohari menjelaskan, pihaknya telah menghentikan kerja sama dengan RSU Keluarga Swawi pada Senin, (7/10/2024), sedangkan RSU Mitra Keluarga Tegal berlaku pada Kamis, (10/10/2024).
Ia memastikan bahwa kerugian yang ditimbulkan oleh kedua rumah sakit tersebut akan dikembalikan melalui potong klaim.
“Kalau saya memastikan kerugian itu sudah bisa dikembalikan dengan cara potong klaim. Kan masih ada biaya pelayanan Kesehatan yang belum dibayarkan ke pihak rumah sakit dari situ nanti akan dikompensasi terhadap kerugian itu dan dipastikan kerugian itu kembali,” ujarnya kepada The Asian Post, Selasa (8/10/2024).
Chori menyebut, proses pengakhiran kerja sama ini memakan waktu yang cukup panjang. Kedua RS telah mengetahui konsekuensinya dan sepakat untuk mengembalikan kerugian dan kalau nanti pengakhiran kerja sama.
Pihaknya juga telah mencarikan pelayanan yang dekat dengan domisili pasien yang terdampak pengakhiran kerja sama ini untuk pasien life saving seperti hemodialisa, thalasemia, hemofilia, kemoterapi, dan sebagainya. Adapun, kata Chohari, khusus untuk para pasien gawat darurat masih bisa mendapatkan pelayanan di kedua rumah sakit.
“Sebelum kami mengakhiri kerja sama, kami sudah menghitung kebutuhan atas layanan kesehatan peserta BPJS kalau suatu fasilitas kesehatan itu diakhiri. Kita pastikan live saving seperti hemodialisa itu sudah kita mapping ke RS terdekat yang ada,” terangnya.
Ia juga menambahkan bahwa kedua rumah sakit masih bisa kembali bekerja sama dengan BPJS Kesehatan Tegal paling cepat 1 tahun setelah kerja sama diakhiri. Namun, pihak yang melanggar harus menjalankan tata kelola yang baik dan melakukan sejumlah perbaikan. (*) RAL