Jakarta— Gelombang PHK terus terjadi di masa akhir pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Jumlah karyawan terkena PHK yang sepanjang 2023 mencapai 64 ribu orang terus berlanjut di tahun ini. “Tsunami” PHK ada di mana mana.
Sektor pertanian dan manufaktur yang biasanya menjadi sektor andalan penyerap tenaga kerja, kini banyak yang terpuruk. Puluhan ribu di antara para pegawainya telah kehilangan pekerjaan.
Di paruh pertama tahun ini, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mencatat, setidaknya lebih dari 32.000 karyawan telah di-PHK. Jumlah karyawan yang terkena PHK itu terus membengkak pada Agustus 2024 atau selama delapan bulan terakhir menjadi 46 ribu orang.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemnaker, Indah Anggoro Putri menjelaskan, sektor yang terdampak secara dominan, yakni industri manufaktur padat karya. Jawa Tengah menjadi provinsi dengan jumlah PHK terbanyak. Sektor yang terdampak PHK berasal dari perusahaan manufaktur, tekstil, garmen dan alas kaki.
“Kemudian DKI Jakarta menjadi provinsi kedua terbanyak PHK setelah Jawa Tengah. Total angka PHK yang terjadi di Jakarta sebanyak 7.400 orang. Kalau di Jakarta kebanyakan jasa. Banyak juga restoran, kafe,” kata Indah.
Industri low medium tech yang sedianya diharapkan dapat menyerap banyak tenaga kerja tidak diperhatikan sungguh-sungguh. Akibatnya, kondisi manufaktur Indonesia mengalami perlambatan.
Hal ini tercermin dari purchasing managers index (PMI) yang terkontraksi hingga di bawah 48,9 pada Agustus 2023. Komponen yang mengalami penurunan paling banyak ada di sektor produksi yaitu minus 2,6%. Disusul pesanan baru (new order) minus 1,7% dan ketenagakerjaan minus 1,4%.
Kondisi itu diperparah dengan anjloknya pertumbuhan industri keramik dalam negeri. Hantaman impor keramik Cina yang merongrong pasar domestik menjadi pemicu utama dari pelemahan ini. Hal ini terlihat dari utilisasi di semester I/2024 yang hanya mampu beroperasi di level 62%, turun dibandingkan 2023 sebesar 69%. Utilisasi tersebut lebih anjlok dibandingkan 2022 yang mencapai 78%.
Di satu sisi, volume impor dari Tiongkok semakin merangkak naik. Di semester I/2024 ini naik kembali sebesar 11,6% menjadi 34,9 juta m2. Sejumlah perusahaan bahkan harus melakukan PHK.
Alhasil, terdapat lebih dari enam perusahaan dalam waktu beberapa tahun terakhir yang terpaksa menghentikan seluruh kegiatan operasionalnya. Hal ini berujung pada perumahan dan PHK ribuan tenaga kerja.
Investasi Jumbo Sekadar Mimpi?
Di tengah badai PHK yang mengancam, pemerintah justru tampak sibuk melakukan manuver politik dan membangun citra positif yang tak ada habisnya.
Bahkan, angin segar yang dulu sempat dihembuskan mengenai adanya investasi asing dari beberapa perusahaan raksasa, nyatanya tak kunjung terealisasi.
Misalnya saja, investasi produsen mobil listrik asal Amerika Serikat, Tesla yang ternyata batal. Upaya pendekatan yang dilakukan pemerintah terhadap Elon Musk sebagai owner Tesla tak membuahkan hasil.
Dalam keterangannya beberapa waktu lalu, Menteri ESDM Rosan Roeslani mengungkapkan, Tesla beralasan bahwa pihaknya melihat tenaga listrik di Indonesia masih sangat tergantung dari energi fosil seperti batu bara. Bagi Tesla, hal ini tidak selaras dengan visinya sebagai produsen EV, sehingga kesepakatan itu batal.
Kemudian, rencana investasi Apple senilai Rp1,6 triliun untuk membangun smart city juga belum terealisasi. Jika dilihat, angka yang dijanjikan Apple ini jauh lebih rendah dibandingkan investasi yang dibenamkan Apple di Vietnam senilai 400 triliun dong Vietnam (sekitar Rp255 triliun).
Janji investasi Apple yang bahkan tergolong kecil itu pun sampai sekarang masih belum terlaksana dan belum ada kepastian. (*) Ranu Arasyki Lubis