Menyapa Pohon, Mengenang Timtim

Medan Pengintaian

Pas matahari di atas ubun-ubun, tampaklah satu orang Fretilin turun dari hutan menuju lokasi gua. Satu orang. Hanya satu orang. “Mereka sudah pinter. Tidak pernah turun berkelompok. Pasti keluarnya satu-satu dan dalam jarak saling berjauhan, tapi masih bisa melihat antara satu dan lainnya,” kisah Ketut.

Itu artinya, tidak mungkin bisa menyergap Fretilin dalam jumlah besar. Satu-satunya kesempatan adalah menyergap satu orang yang berada dalam jangkauan tembak. Benar. Saat satu anggota milisi Fretilin tiba di bibir gua, pasukan Doni Monardo pun memberondong dengan tembakan hingga tewas. Sementara, fretilin-fretilin lain yang ada di atas, spontan balik arah dan lari kembali masuk ke hutan.

Doni dan pasukan segera menghambur menuju lokasi gua. Setelah memastikan satu fretilin tewas, pasukan Doni Monardo pun mengambil senjata musuh dan melanjutkan buruannya ke atas lereng. Mengejar para milisi Fretilin ke hutan dengan posisi siaga penuh. Yang berlari paling kencang, tentu saja prajurit yang mendapatkan pos pengintaian dekat kotoran tadi.

Pengejaran pun sampai ke bibir hutan. Selangkah demi selangkah mereka masuk ke tengah hutan. Tidak satu pun fretilin berhasil dijumpai. Ketika pasukan tiba di ujung hutan yang lain, tampak sebuah perkampungan. “Kalau sudah masuk kampung, susah. Kampung di sana itu seperti wilayah abu-abu, tidak jelas mana penduduk sipil mana yang klandestin,” tutur Ketut.

You might also like
Komentar Pembaca

Your email address will not be published.