Menyapa Pohon, Mengenang Timtim

Keyakinan dan Keteguhan

Ketut makin dalam membawa Doni Monardo ke lorong waktu tahun 1987, saat memburu milisi Fretilin di lereng Gunung Mundo Perdido. Gunung ini terletak di sisi timur Timor Timur. Sebuah hutan tropis pegunungan dengan aneka satwa liar, termasuk kuda-kuda liar.

Untuk bisa mencapai puncak padang rumput Mundo Perdido, perjalanan harus ditempuh melalui medan yang sulit. Itulah mengapa Mundo Perdido juga disebut The Lost World of East Timor. Karena itu pula, lokasi hutan Mundo Perdido dijadikan basis milisi Fretilin.

Suatu hari, atas petunjuk kordinat Satgas, tim di bawah pimpinan Doni menyusuri Mundo Perdido. Sebelum mendaki pegunungan, harus melewati sungai. Lepas dari sungai, pendakian dilakukan melalui lereng-lereng batu.

Tiba di satu titik, salah satu anggota unit bernama Kopral Ade memberi tahu Doni, “Bapak, ada orang. Ada musuh. Ada musuh!” Seketika semua diperintahkan tiarap. Sesaat kemudian, ketika salah satu prajurit mengintai, “musuh” tadi sudah tidak kelihatan batang hidungnya.

Doni pun memerintahkan pasukan melanjutkan pendakian lereng Gunung Mundo Perdido. Di salah satu bagian lereng, Doni menemukan semacam gua kecil atau rongga batu di lereng pegunungan. Pelan-pelan gua itu diobservasi. Ternyata, itu adalah gua penyimpanan logistik Fretilin. Terbukti dari ditemukannya alat makan, padi, keranjang, dan beberapa barang lain.

Meski lokasi itu bukan titik kordinat yang diarahkan Satgas, tetapi Doni mengambil keputusan, “Kita tunggu saja di sekitar area ini. Mereka (Fretilin) pasti akan datang mengambil makanan.”

Feeling Doni, Fretilin sudah mengendus kehadiran TNI. Setidaknya, ada milisi Fretilin yang sudah melihat Kopral Ade. Itu pula sebabnya, Fretilin tadi langsung kabur ke atas, ke area hutan. Mengawali strateginya, Doni mengajak Ketut, Ade dan yang lain naik ke area yang lebih terbuka. Sengaja supaya terlihat musuh.

Doni lalu “bersandiwara” seolah-olah tidak ada fretilin di situ, dan sebaiknya pulang. Maka meluncurlah perintah pura-pura dari Doni, “Di sini tidak ada fretilin, mari kita turun dan mencari di lokasi lain.” Anggota Doni yang asli Timor Timor kemudian sengaja meneriakkan dengan suara keras dalam bahasa Tetun agar terdengar oleh para anggota milisi fretelin di atas sana.

Waktu itu, matahari segera tenggelam. Saat temaram menyergap lereng Gunung Mundo Perdido, Doni membagi tiga pasukannya, dan berjaga di tiga titik yang berbeda. Pratu Ketut sebagai prajurit bagian perhubungan melekat di samping Doni. Dua regu kecil lainnya terdiri masing masing 3 orang, mencari lokasi bersembunyi, yang dari persembunyiannya tetap bisa melihat dengan jelas ke arah gua tempat penyimpanan logistik Fretilin tadi.

Malam itu, Doni Monardo dan pasukannya merebahkan tubuh di lereng gunung, beratapkan bintang gemintang. Prajurit digilir tidurnya. Selalu ada yang siaga, saat yang lain beristirahat.

Sampai matahari terbit di ufuk timur, tidak ada pergerakan di sekitar gua. Salah seorang anggota prajurit mengajukan saran kepada komandan Doni untuk meninggalkan area itu. Doni bergeming. Ia tetap perintahkan bertahan, meski matahari mulai merangkak naik, dan sengatnya mulai menusuk kulit.

Para prajurit patuh. Tapi tidak lama kemudian, lewat komunikasi radio, seorang anak buahnya kembali menyarankan kepada komandan Doni untuk bergeser. Doni bergeming. Kali ini, masih juga saran itu diusulkan, ditambahi embel-embel alasan, “di sini bau taik. Baunya gak tahan komandan.”

Antara rasa ingin memenuhi permintaan anak buah yang terkepung bau kotoran manusia, dan insting bahwa pasukan harus bertahan, sebab anggota milisi pasti akan turun mendatangi gua logistik.

Doni teguh pada instingnya, dan –terpaksa— mengabaikan sengatan bau tak sedap yang menusuk hidung prajuritnya. “Tetap bertahan di posisi masing-masing,” perintah Doni tegas. Keyakinan Doni pun makin kuat, bahwa akan ada “sesuatu”.

Sekadar informasi, komunikasi prajurit dan komandannya dilakukan melalui radio tactical jenis AN/PRC-77. Radio ini pertama kali digunakan tahun 1968, dan langsung dioperasikan oleh GI (tentara AS) di Perang Vietnam.

PRC-77 ini pula yang digunakan sebagai tactical radio standar untuk unit tempur TNI, terutama bagi satuan infanteri TNI-AD dan Korps Marinir TNI AL. Jug pada ajang pertempuran TNI vs Fretilin di tahun 1975 dan seterusnya. Termasuk yang dibawa Pratu Ketut di sisi Letda Doni Monardo. Radio tactical itu adalah buatan JETDS (Joint Electronics Type Designation System) Amerika Serikat.

You might also like
Komentar Pembaca

Your email address will not be published.