Mencari Jejak Bencana Hingga ke Belanda

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar. Tersusun lebih dari 17 ribu pulau dengan luas garis pantai sepanjang lebih dari 81.000 kilometer, antara Samudra Hindia dan Pasifik.

Indonesia juga berada di titik pertemuan lempeng tektonik Pasifik, Eurasia, dan India-Australia dan terdapat lebih dari 127 gunung berapi yang paling aktif.

Sebagai negara kepulauan, Indonesia masuk sebagai salah satu negara paling rawan bencana di dunia.

Lebih dari satu dekade sejak tsunami tahun 2004, tren bencana menunjukkan adanya peningkatan frekuensi dan intensitas. Salah satu tantangan yang kini ditemui adalah ditemukannya patahan baru.

Baca juga...

Bila pada 2010 hanya ada 81 garis patahan yang teridentifikasi, maka  pada 2016 jumlahnya melonjak menjadi 295 garis patahan.

“Tahun lalu, kami mengalami 2.372 peristiwa bencana dan lebih dari 3,5 juta orang terkena dampak dan mengungsi. Total kerugian ekonomi tercatat lebih dari tujuh miliar dolar AS,” kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo saat berbicara dalam forum Internasional, Global Platform For Disaster Risk Reduction di Geneva Switzetland, 16 Mei 2019 lalu.

Saat ini, lebih dari 150 juta dari 260 juta orang Indonesia tinggal di daerah yang rentan terhadap gempa bumi, 60 juta orang tinggal di daerah yang rawan banjir, 40 juta di daerah yang rawan longsor, 4 juta di daerah yang rawan ancaman tsunami, dan 1,1 juta adalah daerah yang rentan terhadap letusan gunung berapi.

“Pengalaman kami dalam menghadapi fakta dan angka–angka tersebut telah membuat kami lebih tangguh dan lebih responsif dalam menghadapi bencana alam,” papar Doni.

Tapi bagi BNPB, itu saja belum cukup. Maka, dikomandoi Doni, BNPB mencari jejak rekam bencana masa lalu yang pernah terjadi di Indonesia hingga ke Belanda.

Upaya menemukan dokumen yang tersimpan dalam Badan Arsip Belanda itu dimaksudkan untuk menentukan langkah penanggulangan yang tepat, akurat dan akuntabel di Indonesia.

Pada tahun 2020  BNPB akan mengirimkan ahli dan membentuk  tim khusus untuk melakukan riset mengenai bencana masa lalu yang pernah dialami Indonesia.

“Koleksi dokumen yang dimiliki Badan Arsip Nasional Belanda yang lengkap akan sangat membantu riset yang akan dilakukan oleh BNPB Indonesia,” kata Doni  saat melakukan kunjungan ke Badan Arsip Nasional Belanda, 21 Mei 2019 lalu.

Untuk itu, BNPB menjajaki kerja sama dalam pelestarian arsip kebencanaan dan riset berdasarkan dokumen Indonesia yang berada di Belanda .

“Tentu ini akan dapat mendukung penanggulangan bencana di Indonesia,” katanya.

Mengetahui rekam jejak kejadian bencana masa lalu penting untuk “mendampingi” upaya Indonesia menangani kebencanaan yang terjadi. Indonesia selama ini selalu melibatkan para pihak dalam perencanaan, implementasi, dan pemantauan proses pembangunan kembali yang lebih baik, termasuk pemerintah daerah, masyarakat setempat, pakar/akademisi, media, serta sektor swasta.

“Pendekatan ini, kami menyebutnya ‘Penta Helix’,” tandasnya.

Indonesia, katanya dia, memprioritaskan penggunaan konteks lokal, kearifan lokal, sumber daya lokal, dan pemberdayaan perempuan, anak-anak, dan para penyandang cacat, dalam penerapan rekonstruksi dan rehabilitasi.

“Dan semua ini merupakan jiwa gotong royong dari Pancasila, ” katanya. []

You might also like
Komentar Pembaca

Your email address will not be published.