Profil Pelaku UMKM: Puguh Priyo Sudibyo
KEMENTERIAN Perdagangan tampil menjadi rumah bagi siapa saja yang ingin bergabung menggerakkan perdagangan.
Berikut ini kisah seorang penggerak jutaan pedagang yang sudah malang melintang di seluruh provinsi di Indonesia.
Jika takdir bisa dipilih, Puguh Priyo Sudibyo (53) akan memilih sebagai teman, sahabat, dan pembimbing masyarakat kecil yang berserak di seantero negeri khatulistiwa ini. Takdir yang diminta itu pun kini dibayar tunai oleh Sang Khalik. Alumni Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga itu kini menjelma sebagai penggerak jutaan pedagang di 34 provinsi di Indonesia.
Perawakannya kecil, bergigi ompong dan usianya sudah tak muda lagi. Tapi Puguh selalu tampil energik, bersemangat dan menghibur. Ia selalu hadir di hadapan ratusan ibu-ibu pedagang kaki lima, pedagang home industry dan pemilik usaha mikro kecil dan menengah dalam sesi pelatihan dan pendampingan.
“Mereka sudah saya anggap sebagai saudara saya sendiri untuk mengembangkan usahanya. Kalau produk mereka berkualitas pasti akan diminati pembeli. Itu sudah membantu perekonomian keluarganya,” kata Puguh, seperti diceritakan kembali oleh Habe Arifin, Staf Khusus Humas Kementerian Perdagangan kepada asianpost.id.
Banyak hal dilakukan Puguh. Setiap sesi pelatihan, ia akan memeriksa semua produk yang dibawa pedagang. Produk berbasis minyak (digoreng) sering kali menemui masalah tengik, tidak tahan lama, kurang krispi, gampang “loyo”, berjamur, penampilannya buruk, teksturnya kasar dan kurang menarik hingga kemasannya yang buruk.
Begitu juga produk berbasis air (direbus, dikukus) juga menemui beragam problematik. Biasanya keras, bantat, tidak mengembang, cepat basi, menggumpal dan tidak menyatu (produk jus sering kali terpisah antara air dan ekstrak buahnya), kurang kenyal, dan beragam lainnya.
Untuk beragam masalah ini, Puguh biasanya melakukan kurasi satu per satu produk. Jika kurang renyah, Puguh lantas membuat adonan khusus dengan trik-trik biologis, lalu “bim salabim aba ka da brah” dalam sekejap produk itu pun menjadi krispi, enak, gurih, tahan lama. Tanpa bahan kimia yang dilarang negara, agama dan adat.
“Bahan yang kami gunakan selalu mengacu ke regulasi dan aturan Badan POM dan badan kesehatan dunia WHO. Aman bagi kesehatan manusia dan alami,” ungkap Puguh membuka rahasianya.
Dengan solusi prakris seperti ini, banyak produk home industry, produk rumahan emak-emak yang dijual di warung, toko oleh-oleh,tiba-tiba melejit. Omsetnya berlipat-lipat. Kualitasnya makin kesohor. Salah satunya produk keripik singkong di Medan Sumatera Utara yang kini khusus melayani pasar Korea Selatan.
Puguh tak hanya berhasil memperbaiki kualitas produk. Ia juga piawai membuat usaha rumahan ini menjadi lebih efisien dan hemat modal. Penggunaan minyak goreng yang biasanya berliter-liter kini berkurang dan hanya beberapa liter saja. Begitu juga penggunaan santan. “Minyak goreng juga bisa kembali menjadi santan,” tuturnya.
Penggunaan bahan berbahaya seperti boraks untuk menciptakan agar bahan makanan menjadi kenyal juga ia restorasi. “Untuk kenyal tak perlu berbagai bahan kimia berbahaya. Cukup terapkan logika dan pahami teorinya. Untuk menghasilkan bakso yang kenyal, cukup lakukan cara perubahan suhu ekstrem, dari panas ke dingin. Bakso akan langsung kenyal. Tanpa boraks, tanpa zat kimia berbahaya lainnya,” imbuh Puguh.
Begitu juga untuk mendapatkan berbagai sayuran yang siap digoreng dan menjadi krispi. Tak perlu menggunakan zat kimia bermacam-macam. “Cukup simpan semua sayuran di kulkas setelah kadar airnya menggumpal, dibuang airnya dan sayuran siap digoreng sampai krispi,” tuturnya.
Trik-trik semacam ini yang membuat Puguh selalu dicubit emak-emak peserta pelatihan. Mereka begitu gembira mendapatkan solusi praktis untuk produk yang dijualnya.
Belajar Otodidak
Lahir di Tuban, 10 Desember 1965, tidak menyangka bisa menjadi kurator produk makanan dan minuman olahan dan selaku dekat dengan para pedagang. Namun ia membekali diri dengan belajar teknologi pangan selama tiga tahun ( 2007-2010) secara otodidak dan terus mengembangkan penelitian tentang bahan dan proses olahan pangan. “ Awalnya penasaran dan rasa ingin tahu yang sangat kuat sehingga terus mencoba dan mencoba lagi “ katanya.
Puguh selalu merasa tidak puas dengan produk yang dihasilkan dan dijualnya di UKM yang dikembangkannya di Probolinggo Jawa Timur. Ketidakpuasan ini yang membuat ia mampu menghasilkan produk yang lebih bermutu dan berkualitas.
Kementerian Perdagangan menggandengnya untuk berkeliling Indonesia. “Selama keliling Indonesia bersama Kemendag, selalu bertemu produk UKM yang sarat masalah,” ujarnya.
Menurut pengalamannya, hambatan berkembang memang tidak hanya masalah produk tapi mental pedagang. “Dari sekian banyak pedagang, sangat sedikit yang benar-benar mau berubah dengan kemauan sendiri meskipun sudah kita tunjukkan bukti riil. Sebagian besar dari mereka hanya menunggu bantuan,” akunya.
Pemilik UD Le Ollena dan beberapa usaha kecil di Probolinggo ini sudah cukup senang dengan jalan takdirnya. Menjadi orang yang dibutuhkan masyarakat banyak.
“Saya sering menolak kontrak dengan perusahaan swasta, meskipun bernilai rupiah tinggi, karena saya melihat dan sadar bahwa saya lebih dibutuhkan oleh masyarakat bawah/UKM,” katanya.
Hingga kinj, berduyun-duyun masyarakat dari berbagai provinsi yang belajar menimba ilmu di rumahnya. Banyak yang menginap hingga berminggu-minggu.
“Saya tidak pernah meminta mereka untuk membayar biaya belajar, termasuk bahan praktek, penginapan atau konsumsi sekalipun,” ujarnya.
Tak hanya itu, beberapa kali Puguh harus keluar onhkos tiket oesawat sendiri untuk mendampingi UKM di pelosok daerah. Tak sedikit yang dibantu alat-alat produksi.
“Dengan membantu rakyat bawah, itu sudah membuat ketenteraman batin saya. Barangkali kalau saya tidak melakukan itu, saya bisa punya rumah yang 30 atau 60 lantai , tapi barangkali juga hidup saya tidak setenteram seperti sekarang. Saya hanya perlu mencukupi kebutuhan , bukan keinginan,” akunya. []