Likuiditas Bank Seret, Komisi XI DPR Minta Sektor Perbankan Agresif Salurkan Kredit
Jakarta— Target Presiden RI Prabowo Subianto untuk mengejar pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen kembali menjadi sorotan di tengah gejolak inflasi, likuditas yang ketat, dan ketidakpastian ekonomi global.
Mukhamad Misbakhun, Ketua Komisi XI DPR mempertanyakan optimisme pemerintah tersebut mengingat kondisi sektor perbankan Indonesia yang kini kurang ekspansif dalam menyalurkan kredit.
Ia mengatakan, pertumbuhan kredit bank hanya bertengger 9,16 persen secara tahunan (year on year/yoy) pada Maret 2025.
Dana perbankan justru banyak diserap oleh surat utang negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Akibatnya, kredit perbankan nasional tidak berjalan agresif. Kondisi ini membuat bank menjadi ‘sangat malas’ dalam menyalurkan kredit sehingga posisi capital adequacy ratio (CAR) melewati 30 persen.
“Artinya, ketentuan perbankan yang mengharuskan CAR cuma 10 persen menyebabkan ada 20 persen dana menganggur di sana. Apa yang terjadi? dana perbankan itu ping-pong. Dilempar ke SBN, dilempar ke SRBI. Akhirnya bankers kita yang hebat-hebat itu menjadi bankers yang hebat dalam rangka mengelola treasury, bukan mengelola portofolio kredit,” ujarnya dalam acara 22nd Infobank-MRI Banking Service Excellence Awards 2025, di Shangri-La Hotel Jakarta, (24/6/2025).
SRBI dan SBN memang banyak dilirik oleh bank dan investor dibandingkan penyaluran kredit maupun deposito. Keberadaan instrumen itu bisa menjadi pintu bagi perbankan untuk menjaga profitabilitasnya.
Di sisi lain, hal itu bisa berubah menjadi ancaman bagi likuiditas untuk penyaluran kredit yang menipis.
Tercatat, dana likuiditas yang terparkir di bank sentral mencapai Rp811,11 triliun hingga 16 Juni 2025.
“Bank menikmati 6,9 persen dana perbankan tersimpan di bank sentral. Apakah ini memberikan dampak terhadap pertumbuhan? Tidak, hanya memberikan dampak kepada revenue masing-masing bank, tidak menimbulkan ekspansi kepada sektor riil,” jelasnya.
Imbas dari kedua instrumen ini tampak pada data Loan to Deposit Ratio (LDR) bank, di mana pada Februari 2024 menjadi 87,67 persen.
Sementara jika dibandingkan sejak diluncurkannya SRBI pada September 2023, LDR bank umum berada di 83,92 persen.
Peningkatan LDR menunjukkan likuiditas semakin ketat, kendati berada di level yang masih ideal dan belum memicu crowding-out.
Melihat situasi tersebut, Misbakhun pun tidak berharap terlalu banyak bahwa sektor perbankan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional menjadi 8 persen. (*) Ranu Arasyki Lubis