Jakarta— Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memberikan sanksi pemberhentian kepada Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman
Majelis Kehormatan MK menilai, Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi.
“Menjatuhakan sanski pemberhentian dari jabatan Ketua MKM kepada hakim terlapor,” tegas Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie, Selasa (7/11/2023).
Di dalam amar putusannya, MKMK memerintahkan Wakil Ketua MK untuk memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan yang baru sesuai dengan peraturan perundang-undangan. MKMK memberikan batas waktu dalam 2×24 jam sejak putusan ini selesai diucapkan.
Selain diberhentikan, Anwar Usman tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai masa jabatan hakim teralapor sebagai hakim konstitusi berakhir.
“Selanjutnya, hakim terlapor tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil Pilpres dan Wapres, pemilihan anggora DPR, DPD, dan DPRD, serta pemilihan gubernur, bupati dan wali kota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan,” terang Jimly.
Di waktu yang sama, Hakim Anggota MKMK Bintan R. Saragih memiliki pendapat berbeda atau dissenting opinion atas amar putusan yang dibacakan.
Bintan keberatan Anwar Usman hanya diberhentikan tanpa adanya sanksi. Menurutnya, ipar dari Presiden Joko Widodo tersebut seharusnya diberhentikan secara tidak hormat dari jabatannya karena terbukti melakukan pelanggaran berat. Pendapatnya itu merujuk Pasal 41 huruf C, dan Pasal 47 MK No 1/2023 tentang MKMK.
“Dasar saya memberikan pendapat berbeda yaitu pemberhentian tidak dengan hormat kepada hakim terlapor sebagai hakim konstitusi, in casu Anwar Usman. Karena hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat,” jelas Bintan.
Sebelumnya, MKMK juga menyatakan bahwa sebanyak 6 hakim Mahkamah Konstitusi (MK) terbukti bersalah dan melanggar kode etik sebagai hakim anggota. Keputusan MKMK itu merupakan buntut dari dugaan kepentingan terkait syarat usia capres-cawapres pada Pilpres dan kebocoran informasi di salah satu media. (*) RAL