Kwik Kian Gie Telah Pergi: “Mbak Mega, Kita Mati Bareng…”

Jakarta – Indonesia kehilangan salah satu putra terbaiknya: Kwik Kian Gie, mantan Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan, dan Industri (Ekuin) era Presiden Megawati Sukarnoputri.

Kwik yang lahir di Juwana, Pati pada 11 Januari 1935 meninggal dunia pada usia 90 tahun setelah menjalani perawatan di RSPAD, Senin (29/7) dinihari, setelah mengeluh sakit pada pencernaannya.

Kwik dikenal sebagai ekonom yang cerdas dan lurus. Bicaranya blak-blakan. Bahkan, sebagai tokoh nasional beretnis China, Kwik terbilang sangat berani.

Tak hanya “mengenakan” nama Chinese-nya, Kwik bahkan masuk parpol paling anti-Orba: PDI, yang kemudian beralih rupa menjadi PDIP, pada tahun 1987.

Saat itu, Soeharto dan Orba sedang kuat-kuatnya. Bergabung ke “Parpol Merah” adalah pilihan “bunuh diri”: karier hampir dipastikan akan terhambat, bisnis akan dipersulit, dan kehidupan sosial akan banyak menghadapi tantangan.

Namun, Kwik tak takut dengan semua itu. Bahkan, dia semakin keras bersikap dan bersuara sejak bergabung ke PDI sebagai Kepala Litbang.

Dia juga tipe politisi loyal. Sangat loyal. Usai PDI kubu Surjadi yang dibantu pemerintah dan aparat melakukan penyerangan ke PDI kubu Megawati, pada 27 Juli 1996, dia dipanggil ke Kebagusan, kediaman Mega.

Mega menyarankan Kwik membuat pernyataan di hadapan puluhan wartawan yang telah berkumpul di halaman. Salah satunya adalah agar dia mengkritik keras PDI atas terjadinya amuk massa tersebut.

Mega juga menyarankan Kwik untuk mengatakan keluar sebagai kader dan anggota PDI. Hal itu harus dilakukan demi keselamatan Kwik.

Tapi, jawaban Kwik membuat mata Megawati berkaca-kaca. “Mbak Mega, kita mati bareng,” ujarnya, setengah berbisik.

KELUAR PDIP GEGARA “GANG OF THREE”

Sayang, persahabatan mereka harus berhenti di tengah jalan. Kwik membuat keputusan sangat berat: keluar dari PDIP dan berpisah dengan komunitas yang sejalan dengan sikap politiknya.

Sikap Kwik buntut dari kekalahan Megawati oleh SBY pada Pilpres 2004. Kwik menuding tiga elite PDIP yang dikenal sebagai “Gang of Three”, yakni Sutjipto (Sekjen), Pramono Anung (Wasekjen), dan Gunawan Wirosarojo (Ketua DPP), sebagai biang kerok.

Kwik mengusulkan tiga orang itu dipecat dari PDIP. Pada 30 Oktober 2004, dia juga mendeklarasikan Komite Pemurnian PDIP untuk menyelamatkan PDIP dari kader-kader yang dinilai “busuk”.

Namun, alih-alih dipecat, ketiga orang itu tetap bertahan di kepengurusan partai hasil Kongres II PDIP di Bali, 28 Maret hingga 3 April 2005. Kwik pun memilih keluar dari PDIP.

Meski berada di luar, Kwik tak henti memberikan kontribusi pemikirannya untuk negeri ini. Pada Juni 2006, Kwik bersama ekonom Prof Sri Edi Swasono, Sukardi Rinakit, dan mantan Menhankam/Pangab Jenderal Wiranto mendeklarasikan Perhimpunan Nasionalis Indonesia.

Dia juga terus aktif menyumbangkan pemikiran-pemikiran smart-nya, baik melalui buku, forum seminar, maupun statemen di media.

Hanya kematian, yang membuatnya berhenti memberi ke negeri ini. Selamat jalan, Pak Kwik. DW

You might also like
Komentar Pembaca

Your email address will not be published.