Kolonialisme Baru: Negara Tersandera oleh Oligarkhi

Oleh: Prasetijono Widjojo MJ

Yang sekarang terjadi adalah Pemerintah bahkan negara disandera (state capture) oleh kekuatan oligarkhi (asing dan lokal) yang berperan sebagai Shadow Government (Pemerintah bayangan). Ini bentuk kolonialisme baru.

State Capture Corruption atau Grand Corruption adalah bentuk korupsi yang melibatkan penyalahgunaan kekuasaan negara oleh elit politik dan bisnis untuk memperkaya diri sendiri dan mempertahankan kekuasaan mereka. Berikut adalah beberapa karakteristik State Capture Corruption:

  1. Penyalahgunaan Kekuasaan Negara: State Capture Corruption melibatkan penyalahgunaan kekuasaan negara oleh elit politik dan bisnis untuk memperkaya diri sendiri dan mempertahankan kekuasaan mereka.
  2. Kolusi antara Politik dan Bisnis: State Capture Corruption sering melibatkan kolusi antara elit politik dan bisnis, di mana mereka bekerja sama untuk memperoleh keuntungan pribadi dan mempertahankan kekuasaan mereka.
  3. Penyalahgunaan Sumber Daya Negara: State Capture Corruption melibatkan penyalahgunaan sumber daya negara, seperti dana negara, tanah, dan sumber daya alam lainnya, untuk memperkaya diri sendiri dan mempertahankan kekuasaan mereka.
  4. Pengaruh terhadap Kebijakan Publik: State Capture Corruption dapat mempengaruhi kebijakan publik dan pengambilan keputusan, sehingga menguntungkan elit politik dan bisnis yang terlibat.
  5. Kerugian bagi Masyarakat: State Capture Corruption dapat menyebabkan kerugian bagi masyarakat, seperti penurunan kualitas hidup, peningkatan kemiskinan, dan penurunan kepercayaan terhadap institusi negara.

Contoh State Capture Corruption di Indonesia antara lain:

  • Kasus Korupsi BLBI: Kasus korupsi BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) yang terjadi pada tahun 1990-an, di mana elit politik dan bisnis bekerja sama untuk menyalahgunakan dana negara.
  • Kasus Korupsi E-KTP: Kasus korupsi E-KTP (Kartu Tanda Penduduk Elektronik) yang terjadi pada tahun 2013, di mana elit politik dan bisnis bekerja sama untuk menyalahgunakan dana negara.
  • Kasus Korupsi Jiwasraya: Kasus korupsi Jiwasraya yang terjadi pada tahun 2020, di mana elit politik dan bisnis bekerja sama untuk menyalahgunakan dana negara.

Dalam keseluruhan, State Capture Corruption adalah bentuk korupsi yang sangat merugikan bagi masyarakat dan dapat mempengaruhi kebijakan publik dan pengambilan keputusan. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya-upaya untuk mencegah dan memberantas State Capture Corruption di Indonesia.

Ketika VOC (perusahaan swasta) menjajah Indonesia diberi kekuatan dan dukungan oleh kerajaan Belanda dan dipersenjatai untuk menduduki Indonesia. Tujuannya adalah menguras Sumber Daya Alam (SDA). Kerajaan Belanda berperan sebagai Shadow State, VOC sebagai operator dan sebagian bangsa kita (para pengkhianat) bersedia sebagai komprador ataupun kacung/kuli yang melayani ndoro tuan VOC.

Berbagai peraturan dibuat untuk menguras SDA. Tanam Paksa atau Cultuurstelsel adalah salah satu contohnya. Swasta (VOC) sebagai operator dikendalikan oleh Kerajaan Belanda sebagai Shadow Government, terjadilah State Capture dan pengurasan SDA (Grand Corruption). Bangsa Indonesia menjadi bangsa jajahan.

Sama persis seperti sekarang hanya posisinya terbalik. Saat ini pemerintah sebagai operator pembangunan, dimana termasuk sebagian oknum sebagai pengkhianat, sebagai komprador, atau economic hit man.

Sedangkan pemilik modal (kapitalis asing dan lokal) bersinergi berperan sebagai shadow state ataupun shadow government (yaitu oligarkhi). Ini adalah bentuk kolonialisme baru (neo-kolonialisme) yang merupakan kebalikan dari keadaan ketika VOC di Indonesia.

Akibatnya negara tersandera (state capture) oleh kepentingan oligarkhi. Kondisi sosial-ekonomi-politik sudah darurat. Penyelenggaraan berbangsa dan bernegara sudah darurat terperangkap pada kendali oligarkhi.

Pada kondisi yang darurat seperti ini peraturan per undang-undangan dengan sangat mudah direkayasa (dibuat baru, diubah, dirancang sesuai kepentingan) oligarkhi. Kalau perlu tidak usah pakai kajian akademis dan dalam beberapa hari sudah final, disepakati dan diundangkan.

Terjadilah State Capture (penyanderaan negara) dengan tujuan utama pengurasan SDA, dan memicu Grand Corruption yang skalanya luar biasa besar, jauh lebih besar dari bayangan kita sebagai rakyat biasa.

Kasus BLBI, tambang, BBM oplosan, e-KTP, impor pangan, dan lainnya, hanyalah output atau produk dari state capture tersebut. Akhirnya rakyat yang dirugikan. Bahwa pembangunan nasional seharusnya untuk mensejahterkan rakyat secara berkeadilan jauh panggang dari api.

Misi bangsa seperti dalam Alenia-4 Pembukaan UUD 1946 belum terwujud, kenyataan (realitas) masih jauh dari cita-cita (idealitas). Petty Corruption (korupsi kecil-kecil an) dan Grand Corruption terjadi bersamaan secara meluas. Jarang ditemui pemimpin yang amanah, berintegritas, jujur, visioner, dan berkomitmen untuk kesejahteraan seluruh rakyat.

Sudah saatnya para cendekiawan bicara, bersama seluruh rakyat (komponen bangsa) menegakkan kebenaran dan keadilan. Indonesia sudah darurat korupsi, darurat politik, darurat etika dan moral. Kondisi seperti ini apabila “diabaikan” dengan cepat bisa memicu “confidence crisis” atau krisis kepercayaan.

Pengalaman tahun 1997/1998 diawali dengan jatuhnya nilai mata uang Thailand (Baht) telah meluas menjadi krisis moneter dan perbankan di Asia, termasuk Rupiah yang jatuh terpuruk.

Indonesia dihantam oleh krisis keuangan dan perbankan yang pada gilirannya merambah kepada krisis kepercayaan dan menyebabkan kegoncangan politik, ekonomi, dan sosial. Tidak pernah terbayang bahwa Soeharto yang berkuasa lebih dari 32 tahun harus rela mundur karena situasi yang tak terkendali.

Peran mahasiswa ketika itu mempercepat matangnya situasi politik dan Indonesia masuk ke era reformasi yang diawali dengan masuknya lndonesia dalam program IMF. Soeharto harus rela menandatangani LoI (Letter of Intent) dan terjadilah reformasi besar-besaran (big bang reform) di Indonesia.

Reformasi yang dimulai dengan penataan sektor keuangan dan perbankan (mengikuti LoI sesuai program IMF) dan berlanjut kepada bidang lain seperti Otonomi Daerah. Bahkan UUD 1945 telah diamandemen sebanyak empat kali dan dihasilkan UUD baru yaitu UUD 2002. Negara sudah tersandera (state capture) yang implikasinya bisa dirasakan sampai saat ini.

Walahu’alam bishowab. Semoga bermanfaat.

Jakarta, Sabtu 8 Maret 2025
(8 Ramadhan 1446H).
Prasetijono Widjojo MJ.
Bekerja sama dengan MetaAI

You might also like
Komentar Pembaca

Your email address will not be published.