Indonesia “Merdeka Sinyal” Tahun 2020

THE ASIAN POST,  JAKARTA ― Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Anang Latif mengatakan, Indonesia akan “merdeka sinyal” pada tahun 2020.

Saat ini, belum 100 persen desa di Indonesia mendapatkan   sinyal.

“Komitmen Kominfo, di Indonesia akan Merdeka Sinyal di tahun 2020,” jelas Anang dalam Diskusi Media Forum Merdeka Barat 9 (Dismed FMB’9) bertajuk “Menuju Indonesia Merdeka Sinyal” di Ruang Serba Guna, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Jakarta, Rabu (10/4).

Menurut dia, lahirnya istilah “Merdeka Sinyal” berangkat dari gambar peta sebaran selular pada tahun 2018, yang menggambarkan lalu lintas sinyal di Indonesia, mulai dari 2G, 3G dan 4G.

“Inilah yang kemudian disebut dengan istilah ‘Tol Langit’,” katanya.

Di balik konektivitas, menurut Anang, akan muncul dampak-dampak lanjutannya. Seperti, munculnya  perekonomian digital yang terus berkembang, tele-education, tele-health, dan lainnya, sehingga mampu mendorong perekonomian di desa-desa.

“Inilah komitmen kami (pemerintah). Sehingga, ke depan bukan lagi 2G tapi langsung 4G yang terkoneksi langsung dengan internet. Sehingga sampai di pedesaan di manapun bisa menjual hasil usaha dan pertaniannya melalui online,” terang Anang.

Hasilnya, lanjut dia, akan memberikan harapan baru bagi siapapun, meski di daerah terpencil sekalipun.

“Sehingga, mereka yang di ujung wilayah masih tetap merasakan bagian dari NKRI. Dari sinilah muncul program Palapa Ring,” ujarnya.

Inti dari Palapa Ring ini, sambung Anang, menjelaskan, untuk menghasilkan sinyal yang bukan hanya cepat, tapi ‘ngebut’.

Selanjutnya, dari ujung Barat hingga ujung Timur Indonesia infrastruktur komunikasi terkoneksi dengan baik.

“Sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk menyelesaikan infrastruktur, dengan tidak lagi berhitung untung rugi,” katanya.

Dan, kenapa harus dibangun dengan serat optik, menurut dia karena sampai sejauh ini menjadi jaringan yang terbaik untuk 4G. Berikutnya akan muncul 5G.

Pada 2015, Anang menjelaskan, pemerintah mendapatkan fasilitas dengan tidak perlu mengeluarkan biaya, yang ditanggung pihak swasta.

“Baru setelah selesai operasi, diserahkan ke pemerintah, selama 15 tahun mengembalikan biaya yang dikeluarkan,” katanya.

Ia menjelaskan, jaringan serat optik hanya berhenti di ibukota kabupaten. Masih ada desa yang jauh dari ibukota kabupaten karena tidak bisa ditarik sampai ke sana.

Karena itu, masih ada 150.000 yang lokasinya tidak bisa dijangkau dengan kabel.

Dari situ, kata dia, lahirlah konsep satelit multifungsi, yang jauh lebih terjangkau.

Kedua project ini, satelit dan palapa ring, menurut Dirut BAKTI, yang kemudian disebut dengan “Tol Langit”.

“Diharapkan bisa bermanfaat banyak untuk masyarakat Indonesia di seluruh pelosok negeri,” pungkas Anang. []

You might also like
Komentar Pembaca

Your email address will not be published.